Refleksi Tahun 2016
- Izzan Fathurrahman
- Jun 4, 2020
- 10 min read
Tidak terasa, dalam hitungan beberapa hari ke depan 2016 akan segera berakhir.. Rasanya ada banyak hal baru, seru, dan menyenangkan yang sudah saya lalui dalam 365 hari ke belakang. Ada banyak canda, tawa, bahagia, air mata, pengorbanan, dan tentu saja yang paling banyak adalah rasa bersyukur di atas itu semua.
Jika melompat ke belakang, saya mencoba mensyukuri apa yang sudah saya lalui selama satu tahun kalender masehi ini. Mulai dari pencapaian pribadi, karir, traveling, sampai dengan kisah percintaan. Yap, langsung saja..
Pertama, dimulai dari awal 2016, saya mengikuti kursus Preparation for IELTS di IALF, Kuningan, Jakarta, Januari sampai Maret. Awalnya alasan kuat mengikuti kursus ini karena sebagai pelarian dari kehidupan kantor yang membosankan dan super jenuh waktu itu, selain juga sebagai persiapan untuk tes pendaftaran beasiswa yang menjadi tujuan utama saya.
Ini pertama kalinya saya ikut les-les bahasa macam begini, maksudnya, yang benar-benar diseriusin. Dulu pas SD juga pernah ikut kursus Bahasa Inggris, cuma itu kan sudah lama sekali. Alhamdulillah.. tidak rugi saya investasi di atas gaji saya satu bulan hehe.. Saya mendapat teman-teman baru yang super menyenangkan di saat kursus ini. Rata-rata usianya masih muda, para pekerja kantoran awal, mahasiswa, bahkan ada beberapa anak SMA, dan sebagian kecil om dan tante. Alasannya? Semua ingin melanjutkan studi ke luar negeri, sama seperti saya, hehe..
Saya bertemu dengan teman dari berbagai lintas profesi di sini, ada yang akuntan, karyawan kantoran, pegawai bank, profesional di perusahaan properti, sampai dengan pegawai pemerintahan seperti saya. Menyenangkan rasanya bertemu teman-teman baru dari berbagai latar belakang profesi, saling bertukar pikiran, cerita, dan cita-cita. Rasanya hari sabtu selalu jadi hari yang saya tunggu saat itu, pagi-pagi buta naik commuterline (walau kadang telat juga), dan menghabiskan hampir delapan jam di ruang kelas.
Waktu tiga bulan tidak terasa cepat berlalu, kebersamaan kami dalam meniti langkah menggapai cita-cita harus berakhir. Saya harus berpisah dari teman-teman kursus saya dan juga dari Alex Newman, guru kami yang berasal dari Wales, yang super baik dan menyenangkan. Walau hampir tidak pernah bertemu lagi, syukurnya sampai sekarang kami tetap berkomunikasi lewat grup WhatsApp. Beberapa kawan saya bahkan ada yang sudah melanjutkan studinya ke luar negeri. Yeayy, selamat!!

Kawan-kawan seperjuangan di IALF. Pria bule yang botak itu si Alex, guru kami yang baik hati.
Kedua, tahun ini adalah tahun pertama saya mengikuti yang namanya tes-tes Bahasa Inggris seperti TOEFL, IELTS, dan sebangsanya.. Pernah sih dulu tes TOEFL saat zaman maba kayaknya di Balairung UI, tapi itu juga gak tau hasilnya gimana hehe.. Saya dari dulu selalu takut mencoba tes Bahasa Inggris ini, karena memang Bahasa Inggris-nya masih kelas imigran bermodal celana dalam doang yang ke luar negeri hehe.. Akhirnya, Maret 2016, pasca kursus di IALF, saya memberanikan diri mendaftar tes IELTS di IDP Pondok Indah. Hasilnya tidak buruk, 6,5 overall, nilai yang bagus untuk seorang pemula dan orang nekat seperti saya hehe.. Saya ikut tes IELTS ini bareng beberapa teman kursus saya di IALF dan syukurnya nilai kami juga tidak buruk-buruk amat.

Hasil tes IELTS pertama saya.
Saya tiga kali mengikuti tes IELTS di tahun 2016 ini. Yep, tes yang sekali daftar biayanya sekitar 2,7 juta itu. Kalikan saja tiga, maka segitu biaya yang sudah saya keluarkan. Belum lagi ditambah biaya kursus persiapan tes di IALF, total di atas 12 juta yang saya habiskan untuk selembar sertifikat berharga itu.
Bukan tanpa alasan, tahun 2016 ini adalah tahun perjuangan, sebab dari awal saya sudah menekatkan diri untuk mendapat beasiswa ke luar negeri, dan sertifikat bahasa adalah syarat yang utama. Yah, walaupun tabungan harus dikuras dan jerih payah kerja setiap bulan, pergi pagi-pulang malam, harus direlakan, semuanya tentu ada hasilnya. Walau harus memendam keinginan buat beli ini-itu, termasuk motor sport model terbaru, perjuangan tersebut mengajarkan pengalaman berharga dan berbuah manis di akhirnya..
Ketiga, saya akhirnya mewujudkan salah satu bucket list traveling saya di tahun ini sekaligus pertama kalinya saya melakukan solo traveling. Pulau Komodo dan Wae Rebo, dua destinasi wisata yang tidak akan terlupakan seumur hidup saya! Dari dulu saya selalu terpana kala melihat keindahan foto-foto panorama Pulau Komodo di instagram. Sejak 2015 saya sudah bertekad bahwa cepat atau lambat saya mesti ke sana. Apalagi saya orang Nusa Tenggara Barat, yang notabene dekat sekali dengan Pulau Komodo. Jika orang-orang dari antah-berantah dan nun jauh di sana saja bisa, kenapa saya tidak? Wae Rebo sendiri sejak pertama kali melihat fotonya, saya merasa ada dorongan magis yang mengharuskan saya ke sana dan saya yakin saya pasti akan ke sana suatu saat nanti.
Juni, akhirnya kesempatan itu datang. Suatu pengalaman luar biasa, saya backpacker sendiri dari Sape ke Labuan Bajo. Pertama kalinya sailing live on board dua hari satu malam, dan kawan trip saya isinya bule semua. Saya memperoleh pengalaman dan pelajaran berharga di sini. Bagaimana cara memandang hidup, pengalaman berinteraksi dengan orang berbeda latar belakang, dan menembus batas-batas kemampuan diri. Dua kawan saya berasal dari Jerman, dua dari UK, dua dari Turki, dan satu dari Swedia. Mereka orang-orang luar biasa.

Pulau Komodo, indah bukan?
Wae Rebo tidak kalah magis. Pertama kalinya saya naik motor sendirian, matic, menempuh jarak total pulang-pergi sekitar 600 km, selama lebih kurang dua belas jam, dengan medan tikungan tajam berkelok-kelok membelah gunung, sampai dengan jalan batu yang rusak di pinggir pantai. Pertama kalinya di sini saya merasa bebas, memacu motor di atas 80 km per jam di lintasan lurus dengan pemandangan kiri-kanan sawah hijau dan savana.
Sejak kecil saya selalu memimpikan bagaimana rasanya touring naik motor lintas kabupaten dengan medan pemandangan yang indah di kiri-kanan. Saya berasal dari provinsi yang memungkinkan hal tersebut, namun sayangnya orang tua saya dari kecil selalu melarang, khawatir mungkin. Namun kali ini, saya memiliki kesempatan tersebut dan saya membayarnya dengan lunas! Walau tidak tahu jalan dan harus bertanya sana-sini, namun ini adalah pengalaman hidup yang tidak akan terlupakan.
Wae Rebo tidak mengecewakan, ia jauh melebihi ekspektasi saya. Adalah bukan tentang destinasi, namun juga proses dan pembelajaran di belakangnya. Saya di sini bertemu dengan orang-orang luar biasa, dari berbagai belahan dunia dan latar belakang, saling berbagi cerita dan pengalaman, sampai dengan pelajaran-pelajaran berharga. Solo traveling justru tidak membuat saya menjadi sepi, namun sebaliknya pengalaman itu mengajarkan saya bagaimana berinteraksi dengan orang lain dan membuka diri terhadap orang dan pengalaman-pengalaman baru.

Wae Rebo, negeri di atas awan.

Saya dan Pak Juventius, porter sekaligus teman pendakian yang baik Sampai bertemu lagi pak!
Pengalaman solo traveling ini juga sangat berharga, sebab saya memiliki kesempatan untuk merefleksikan diri saya di sini. Saya masih ingat sore-sore di balkon penginapan Bajo View, sembari memandang sunset yang luar biasa menawan, saya merefleksikan diri saya akan apa yang sudah saya lalui selama ini dan bersyukur. Momen-momen kesendirian itu juga memberi saya waktu untuk memikirkan kembali rencana-rencana ke depan, menyusun strategi, dan mengisi ulang keyakinan akan tujuan ke depan. Salah satu sunset paling cantik dalam hidup saya..
Keempat, di tahun ini saya mendapatkan kesempatan karir yang saya rasa cocok dengan saya. Saya memutuskan pindah bekerja dari kantor yang lama. Alasan utama pindah sebenarnya karena saya ingin lebih berfokus di tujuan utama saya, mengejar beasiswa. Pengalaman dan waktu di Bajo View mengajarkan saya untuk kembali fokus memandang hidup. Segera, sekembalinya dari Pulau Komodo, saya mengajukan resign pada kantor saya.
Karir yang baru ini membawa saya ke banyak pengalaman berharga lainnya. Sektornya masih sama, yaitu di development (pembangunan), sama seperti kantor saya yang lama. Bedanya, jika dulu saya bekerja di pemerintahan, kali ini saya bekerja sebagai peneliti lapangan di salah satu lembaga studi. Saya banyak merefleksikan diri selama bekerja, pekerjaan ini memberi saya kesempatan untuk lebih belajar lagi sebagai seorang manusia. Saya mencoba mensyukuri hidup, belajar bersabar dan memahami orang lain, serta mengapresiasi hal-hal kecil dalam hidup yang sebenarnya bermakna lebih.
Dari segi waktu, pekerjaan ini sangat longgar, saya bisa memiliki waktu untuk menyiapkan segala keperluan pendaftaran beasiswa. Pekerjaan ini juga membuka pengetahuan saya akan isu-isu pembangunan dan meningkatkan kesempatan belajar saya terhadap penelitian sosial. Dari sisi finansial, pekerjaan baru ini juga cukup baik, walau uang yang didapat harus banyak ditabung karena tipe pekerjaan anaconda (besar di awal, namun uangnya harus ditarik mundur ke belakang untuk bulan-bulan berikutnya).
Kelima, saya pertama kalinya mengikuti tes-tes lamaran kerja di perusahaan ternama. Ada banyak perusahaan yang saya coba, dan beberapa di antaranya lolos sampai tahap interview namun terpaksa tidak saya lanjutkan. Saya dipanggil preliminary assesment di Ernst & Young (atau EY populernya) di dua posisi yang berbeda. Namun harus ditinggalkan karena jadwal tesnya bentrok dengan pekerjaan. Saya juga pernah dipanggil untuk tes FGD di Coca-Cola Amatil namun lagi-lagi waktu tesnya bertabrakan dengan pekerjaan. Selain itu, saya pernah ikut tes di Skha Consulting namun gagal di tes logika matematika hehe.. Tetapi yang paling berat adalah saat saya mengikuti tes di Edelman Indonesia, sebab tinggal selangkah lagi saya mungkin mendapat pekerjaan itu, namun harus saya lepaskan karena fokus pada tujuan utama mengejar beasiswa..
Agak sakit emang ketika kita harus merelakan hal yang mungkin bagus dan berpotensi besar ke depannya untuk tujuan dan prinsip pribadi. Namun beberapa orang bilang, terkadang kita harus mengorbankan sesuatu yang bagus untuk sesuatu yang lebih baik. Saya percaya itu dan mencoba berpikir positif. Mungkin belum rezeki, toh dari pengalaman-pengalaman itu, saya mampu belajar bagaimana rasanya mengikuti rangkaian tes pekerjaan, serta mendapatkan relasi yang baik. Setidaknya CV saya sudah bisa tembus ke perusahaan-perusahaan top hehe..
Keenam, saya akhirnya mampu mewujudkan impian beramal saya melalui jerih payah dan rezeki sendiri. Ramadhan tahun ini, saya dan teman-teman angkatan saya di Ilmu Politik UI 2011 melakukan silaturahmi dan menyisihkan sedikit rezeki kami untuk adik-adik di salah satu panti asuhan di bilangan Depok, Jawa Barat. Saya dari dulu selalu memimpikan bisa berbagi rezeki, menikmati kebahagiaan bersama anak-anak yatim dan adik-adik saya yang kurang beruntung dari rezeki saya sendiri. Syukurnya, hal itu terwujud di tahun 2016 ini. Semoga langkah kecil tersebut menjadi nawaitu dari salah satu cita-cita masa depan saya, mendirikan panti asuhan dan yayasan yang membiayai kehidupan anak-anak yatim piatu dan kurang beruntung lainnya.

Berbagi kebahagiaan bersama adik-adik di panti.
Ketujuh, dan ini mungkin yang bagi sebagian orang paling menarik, kisah percintaan. Alhamdulillah, menjelang akhir tahuh, setelah enam tahun lebih beberapa hari menikmati waktu sendiri (bukan jomblo ya, sebab istilah jomblo itu cenderung menyedihkan, sedangkan saya melalui hari-hari saya tanpa kesedihan :p), akhirnya saya dipertemukan dengan dia yang mampu mengisi ruang kosong di hati. Lama banget memang, kalau diibaratkan mahasiswa di kampus saya, sudah drop out mungkin kalau lebih dari enam tahun hehe.. Namun yah, namanya juga alphard, lakunya ga secepat avanza kali :p hahaha..
Saat ini kisah cinta kami mungkin baru seumur jagung, namun saya sendiri insya Allah optimis menatap jalan ke depan. Kehadirannya seperti pelengkap hari-hari. Rengek manjanya, wajah denialnya, sampai tawa bahagianya, benar-benar ngangenin (aku tahu kamu baca tulisan ini sayang, jangan geer :p I love you anyway). Semangat untuk tahun-tahun ke depan yaa!
Kedelapan, dan ini adalah kebersyukuran paling besar tahun ini. Saya mendapatkan apa yang sudah diniatkan dan diperjuangkan satu tahun ke belakang, beasiswa LPDP! Tanggal 09 Desember lalu mungkin penutup paling manis di tahun ini, kala saya melihat pengumuman nama saya lolos seleksi substansi beasiswa LPDP. Tinggal PK (Persiapan Keberangkatan) saja yang harus saya lewati. Kalau ditelisik ke belakang, ada banyak pengorbanan dan air mata yang saya lalui untuk mencapai satu kata “LULUS” dari beasiswa LPDP ini.
Pertama, saya harus mengorbankan materi dan tabungan untuk rangkaian tes IELTS sebagai syarat beasiswa. Harus rela memendam-mendam keinginan beli ini-itu atau mengikuti nafsu pribadi demi cita-cita. Kedua, saya harus menolak lamaran pekerjaan yang bisa jadi prospeknya bagus ke depan, hanya untuk mengejar beasiswa ini.
Saya sadar saya telah banyak membuang tawaran dan kesempatan, dan ini adalah bagian paling berat. Jujur saja, kadang saya juga merasa tidak yakin. Apakah usaha mencapai beasiswa ini adalah pilihan tepat? Bagaimana seandainya jika mengejar karir dan tawaran-tawaran pekerjaan ini adalah rezeki saya yang sebenarnya, dan jalan hidup saya memang seharusnya ke sana?
Jujur saja, malam sebelum tes substansi LPDP, saya menangis di kamar saya. Saya bingung, kalut, dan mempertanyakan kembali keputusan-keputusan saya. Besok hari H tes, apakah benar keputusan saya ini? Bagaimana seandainya jika saya gagal besok dan lusa? Itu tandanya saya harus me-restart tujuan hidup saya dan mengulang semuanya lagi dari awal. Pindah fokus ke pekerjaan mungkin.
Malam itu juga saya menelpon ibu saya dan mencurahkan semuanya. Alhamdulillah, setelah merasa sedikit tenang dan mengumpulkan kembali niat, saya merasa bulat untuk mengikuti rangkaian tes LPDP tanggal 07 dan 08 November esoknya. Sedikit lagi pikir saya, saya sudah sejauh ini, sudah banyak hal-hal yang dikorbankan, maka jadikanlah semuanya berarti. Dari awal tahun 2016 niatnya memang difokuskan buat mencari beasiswa, kini ketika sudah sampai waktunya, maka maksimalkanlah.. Tidak ada jalan mundur, setidaknya saya harus dan sudah mencoba. Alhamdulillah, perjuangan sepadan dengan hasil..

Jawaban dari penantian panjang..
Banyak hal yang sudah saya lalui di tahun 2016 ini, dan saya sangat bersyukur dengan hal-hal itu. Entah itu pengalaman baik atau buruk, bagaimana pun itu bagian dari hidup dan pilihan yang sudah saya ambil. Tidak ada alasan bagi saya untuk tidak tersenyum dan bersyukur akan hal-hal itu. Apa yang tertulis di atas adalah pengalaman-pengalaman paling berkesan, di luar itu, tentu banyak pengalaman-pengalaman lain, yang juga buruk mungkin, yang saya lalui dalam detik-detik di 365 hari ke belakang.
Kini setelah siap meninggalkan 2016 dengan penuh senyuman, tentu saya harus mempersiapkan diri juga untuk meninggalkan senyum yang sama di 365 hari ke depan. Untuk tahun 2017 mendatang, ada beberapa hal yang menjadi target saya.
Petama, tentu mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) Unconditional dari kampus impian studi pascasarjana saya 2018 nanti. Tidak muluk-muluk, tiga bulan ke depan saya berharap proses pendaftaran studi pascasarjana saya di negara tujuan berlangsung lancar dan Maret nanti saya sudah bisa memastikan satu kursi di tahun 2018.
Kedua, saya berharap kesempatan menginjak tanah suci bersama ibu saya di awal tahun mendatang juga dilancarkan. Salah satu pengalaman yang paling tidak akan terlupakan mungkin nantinya, saya yakin.
Ketiga, karir dan rezeki saya mengalir lebih lancar, serta kesempatan saya belajar selama bekerja semakin tinggi. Saya berharap apa yang saya lakukan penuh berkah bagi diri saya dan orang lain, dan pekerjaan serta rezeki saya dapat meningkatkan kapasitas saya dalam beramal.
Keempat, tentu saja kisah percintaan. Saya berharap bisa menulis kisah yang manis ini di waktu yang sama di tahun mendatang, dan kembali membuat impian-impian yang indah tentang kisah cinta setahun ke depannya. Tidak banyak yang saya harapkan, selama bibit-bibit cinta itu tumbuh dan berbuah indah di satu tahun mendatang. Intinya, semoga langgeng.
Kelima, ini yang paling penting, bucketlist traveling. Saya punya dua destinasi utama tahun 2017 nanti, backpacker Asia Tenggara dan menggapai puncak tertinggi kedua di Indonesia, Kerinci! Backpacker di Asia Tenggara merupakan salah satu bucketlist saya sejak dulu, dan sebelum meninggalkan Indonesia (insya Allah) untuk studi pascasarjana nanti, saya mau mewujudkan impian ini. Demikian juga dengan Kerinci, saya sudah menggapai dua dari puncak-puncak tertinggi di Indonesia, Rinjani dan Semeru, maka naik ke level yang selanjutnya adalah suatu keniscayaan. Kerinci bisa jadi penutup rangkaian pendakian yang manis, pamungkas sebelum saya mungkin pensiun panjang dari dunia daki-mendaki gunung dan fokus kepada studi pascasarjana. Jika ada yang berminat menemani saya di dua bucketlist ini, jangan sungkan menyapa saya melalui media apa pun!
Keenam sekaligus terakhir, tentu meningkatkan kemampuan saya dalam mempersiapkan keberangkatan melanjutkan studi pascasarjana. Saya harus jauh mengembangkan diri saya dalam hal kemampuan Bahasa Inggris, pengetahuan-pengetahuan terkait bidang studi, serta mental. Hal yang paling penting adalah, saya berharap kesempatan saya untuk belajar dan terus merefleksikan diri di satu tahun mendatang semakin terbuka lebar. Saya semakin mengembangkan diri saya, baik sebagai seorang pekerja dan pembelajar, maupun sebagai seorang manusia itu sendiri.
Cheers and Welcome 2017! Dare to Walk!!

Comments