top of page

Catatan Perjalanan: Semeru, Atap Pulau Jawa yang Kokoh

  • Writer: Izzan Fathurrahman
    Izzan Fathurrahman
  • Jun 3, 2020
  • 27 min read

Sobat, kali ini saya akan membagi catatan perjalanan saya mendaki Gunung Semeru. Bagi yang belum tahu, Semeru ini merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dan merupakan salah satu dari seven summit di Indonesia. Dia berada di urutan keempat kalau tidak salah, setelah Jayawijaya, Kerinci, dan Rinjani. Untuk diketahui, sebenarnya Semeru ini merupakan pendakian pertama saya hehe.. :p beberapa kawan bahkan mengatakan, “gila, gaya bener lo Van, pertama kali naik langsung Semeru..” tapi it’s ok menurut saya, karena setangguh apa pun gunungnya, kalau kita sudah memiliki persiapan matang, insya Allah bisa dilalui.


Pendakian Semeru ini saya lakukan selama empat hari tiga malam (dari tanggal 06 Agustus 2014 sampai dengan 09 Agustus 2014) dengan total tim berjumlah tujuh orang (lima orang laki-laki, dua orang perempuan). Ada pun anggota tersebut adalah saya, Wahyu (kawan SMA saya, mahasiswa PWK UB), Babe (yang paling bongsor, juniornya Wahyu), Dimgal (yang paling kuat, asistennya Babe, juniornya Wahyu juga), Jatmiko (juniornya Wahyu, pacarnya Khotim), Khotim (perempuan, pacarnya Jatmiko, juniornya Wahyu), dan Merry (perempuan, juniornya Wahyu).

Pendakian Semeru ini sebenarnya cukup mendadak, berawal dari nongkrong-nongkrong ganteng di pinggir Pantai Senggigi antara saya, Wahyu, Guntur, dan Alvim (kawan SMA saya semua), Wahyu menawarkan saya untuk ikut ke Semeru, menemani junior-juniornya katanya. Saya pun tertarik, kebetulan saya belum pernah naik gunung :p akhirnya setelah mengubah jadwal penerbangan dari Jakarta ke Surabaya, menyiapkan peralatan, dan tentu saja, mendapat izin dari orang tua, resmi yang mendaki Semeru.


Hari pertama, 06 Agustus 2014


Jadwal keberangkatan saya dan tim sebenarnya pukul 07.00 WIB menuju Tumpang selanjutnya Ranu Pani, pos pertama pendakian Semeru. Namun hal ini harus molor beberapa jam karena menunggu Dimgal yang telat menjemput Merry karena dia.. ketiduran -__-


Pukul 08.30 WIB, lengkap sudah anggota kami. Kami bertujuh berboncengan naik motor dari Malang Kota menuju Tumpang selanjutnya ke Ranu Pani. Sekitar pukul 11.00 WIB, kami sudah sampai di Tumpang, mampir sebentar ke Puskesmas Tumpang untuk membuat surat sehat dan tentu saja, makan siang hehe.. Sekitar pukul 12.00 kami melanjutkan perjalanan ke Ranu Pani.


Perjalanan dari Tumpang ke Ranu Pani memakan waktu sekitar satu jam menggunakan kendaraan. Bagi pendaki Semeru yang tidak memiliki kenalan di Malang, biasanya akan menyewa jeep atau menumpang truk untuk sampai ke Ranu Pani. Saya sendiri untung mendapat tebengan dari Wahyu, walaupun itu harus sesekali turun dari motor dan tracking sebentar karena terkadang Jupiter MX yang jadi tunggangan kami tidak mampu menerobos tanjakan terjal disertai jalan yang tidak rata menuju Ranu Pani. Tapi tidak apalah, hitung-hitung saya pemanasan dahulu sebelum melakukan pendakian sebenarnya hehe..


Jalan dari Tumpang menuju Ranu Pani cukup menyegarkan dengan view pegunungan. Hawa dingin mulai terasa. Dalam perjalanan menuju Ranu Pani, saya berjumpa kembali dengan bukit teletubbies yang terakhir saya temui pas plesir ke Bromo :”) wow, sebuah nostalgia tersendiri rasanya, saya sendiri ketika di Bromo beberapa bulan lalu telah berjanji akan kembali lagi ke tempat ini dan alhamdulillah kesampaian :”)


Bukit Teletubbies, tetap saja mempesona


Setelah menempuh perjalanan satu jam, kami akhirnya tiba di Ranu Pani. Pukul 13.30, setelah berdo’a, mengurus simaksi, dan mendapat briefing singkat dari petugas TNBTS, resmi pendakian kami dimulai. Oh iya, sebenarnya untuk Semeru sendiri waktu itu jalur yang dibuka hanya sampai Kalimati, dari Kalimati sampai dengan Puncak Mahameru tidak disarankan oleh petugas. Jika nekat, pendaki tanggung sendiri risikonya. Saya dan kawan-kawan sempat was-was ketika itu, namun kami berusaha menguatkan niat kembali bahwa insya Allah semuanya baik-baik saja dan bisa sampai puncak.


Pendakian Semeru dimulai, dari Ranu Pani menuju Pos 1 memakan waktu normalnya sekitar satu jam berjalan kaki. Untuk perjalanan awal ini, vegetasinya masih berupa hutan yang tidak terlalu rapat. Jalurnya pun sudah cukup jelas. Hanya saja, beberapa waktu memang agak menanjak tapi tidak terlalu berat. Perjalanan kami dari Ranu Pani ke Pos 1 ini cukup lama, sekitar satu setengah jam hehe.. Hal ini dikarenakan kami banyak istirahatnya. Jalan tidak sampai lima belas menit, sudah istirahat -__- yah hal ini dapat dimaklumi, selain Wahyu, kami semua di sini adalah pendaki pemula yang baru pertama kali naik gunung dan langsung dengan nekatnya menjajal Semeru :p apalagi Babe, yang badannya paling bongsor, yang disangka paling kuat, ternyata memiliki penyakit asma dan fisiknya paling lemah :” ditambah lagi kami membawa muatan lebih yaitu para perempuan (maaf, tidak bermaksud seksist (--,)v) hehe..


Kami baru sampai di Pos 2 sekitar pukul 15.00 WIB. Beristirahat sebentar, dan.. membeli semangka!! HAHA. Ya, salah satu hal yang cukup unik dalam pendakian Semeru adalah adanya tukang jualan di sepanjang pos peristirahatan. Pedagang-pedagang ini umumnya berasal dari Ranu Pani dan berangkat dari pagi sekitar pukul 04.00 WIB sampai dengan menjelang maghrib. Dagangan yang ditawarkan biasanya pisang goreng, semangka, kacang telur, nasi bungkus, dan aneka minuman seperti pocari sweat, aqua, atau mizone. Harganya juga menurut saya tidak terlalu mahal, standar untuk ukuran tenaga yang mereka keluarkan sepanjang jalan. Pisang goreng dan semangka misalnya, dua ribu per potong. Nasi bungkus yang agak mahal, sekitar lima belas ribu dengan lauk hanya mie goreng dan telur. Skip.. Skip..


Setelah cukup beristirahat di Pos 1, kami lanjut menuju ke Pos 2. Pos 1 ke Pos 2 ini agak mendingan dari Ranu Pani ke Pos 1. Jarak termpuhnya lebih sedikit, sekitar empat puluh lima menit kalau tidak salah. Medannya juga masih landai, tidak ada tanjakan atau rintangan berarti. Namun karena kami berjalan santai dan banyak istirahat, sekitar satu jam baru sampai Pos 2 hehe..


Sekitar pukul 16.00 WIB kami tiba di Pos 2. Istirahat sebentar, kami lanjut ke Pos 3. Pos 2 ke Pos 3 juga kurang lebih sama, tidak terlalu memakan waktu lama, sekitar satu jam. Kami tiba di Pos 3 sekitar pukul 17.00 WIB. Oh iya, masalah mulai muncul di Pos 3, karena Babe, asmanya mulai kambuh :” Kami beristirahat cukup lama di sini. Inhaler mulai dikeluarkan untuk membantu Babe. Sempat ada keraguan untuk melanjutkan, namun hal ini tentu tidak mungkin dilakukan. Kami sudah sampai sejauh ini, tidak mungkin kembali. Lagipula, perjalanan ke Ranu Kumbolo lebih dekat jika harus balik lagi ke Ranu Pani. Apalagi hari menjelang malam.


Sekitar pukul 17.30, kami melanjutkan perjalanan ke Pos 4, di sini kondisi fisik kami mulai terkuras habis. Jarak dari Pos 3 ke Pos 4 sebenarnya tidak terlalu jauh, kira-kira empat puluh lima menit. Namun karena banyak beristirahat, kami baru sampai di Pos 4 sekitar pukul 18.30 WIB. Kekhawatiran mulai muncul di Pos 4, karena hari sudah semakin gelap sementara kami belum juga tiba di Ranu Kumbolo. Wahyu sebagai pemimpin tim mulai kehilangan kesabaran. Ia sebenarnya kesal dengan junior-juniornya ini, kenapa tidak mempertimbangkan kondisi fisik terlebih dahulu sebelum naik ke Semeru. Tapi ia tidak menceritakan masalah ini pada anggota tim, kecuali saya tentunya. Kondisi fisik Babe yang sudah sangat kepayahan diperburuk lagi dengan Khotim yang semenjak Pos 2 sudah merengek-rengek kelelahan pada pacarnya, Jatmiko. Wahyu akhirnya berinisiatif berjalan duluan bersama Khotim, Merry, dan Jatmiko agar mereka sampai di Ranu Kumbolo duluan. Hal ini penting guna memastikan kami mendapat tenpat mendirikan tenda di Ranu Kumbolo. Akhirnya berangkatlah empat orang itu berjalan duluan, carrier Khotim yang sedari tadi merengek sudah dibawa oleh Jatmiko. Kini, Jatmiko mulai tampak seperti robot Gundam dengan carrier di depan dan belakang tubuhnya.


Empat orang itu pergi, tinggallah saya bertiga dengan Dimgal dan Babe. Tak lama setelah empat orang itu berangkat, kami bertiga memutuskan untuk berangkat juga lanjut ke Ranu Kumbolo dari Pos 4. Itu juga setelah susah payah saya memotivasi Babe agar mau melanjutkan sedikit lagi. Iyalah, tidak mungkin kami bertahan di Pos 4 sampai pagi, gila aja, lebih baik saya habiskan seluruh tenaga untuk jalan ke Ranu Kumbolo daripada terjebak di Pos 4 dengan peralatan dan logistik tidak memadai.

Perjalanan dari Pos 4 ke Ranu Kumbolo ini termasuk salah satu yang paling berat yang saya rasakan dari total pendakian. Tentu saja, karena hari sudah menjelang malam dan kepala saya sebenarnya sudah sangat pusing. Saya hari itu sebenarnya merasa agak kurang sehat karena baru sampai di Malang pada tanggal 05 Agustus sore setelah seharian perjalanan yang melelahkan menggunakan pesawat dan bus dari Lombok. Istirahat pun hanya sebentar karena setiba di Malang saya harus menyiapkan dan packing ulang perlengkapan serta peralatan yang disewa. Alhasil, selama perjalanan dari Pos 4 ke Ranu Kumbolo saya seperti orang yang berjalan tanpa pikiran, hanya terus memaksakan langkah.


Sedikit hiburan senja kala letih menghantam seluruh badan di perjalanan menuju Ranu Kumbolo


Sial memang, di antara kami bertiga ternyata tidak ada yang membawa senter sedangkan hari mulai gelap. Saya sebenarnya ada senter, tapi di dalam carrier. Malas rasanya membongkar carrier di tengah suasana yang mulai gelap di tengah jalur seperti ini. Demikian juga Babe, senter yang ia miliki juga ada di carrier, sementara Dimgal tidak membawa senter -___-


Akhirnya saya menyalakan flash handphone saya. Beruntung Babe memiliki senter di power bank-nya, sehingga penerangan kami bertiga malam itu hanya senter dari flash hp dan power bank. Jujur saja, malam itu saya sudah mulai was-was, karena ini pendakian pertama saya dan pertama kalinya saya berada di hutan malam-malam. Apalagi pendaki lain juga sudah mulai jarang terlihat berpas-pasan atau berjalan beriringan dengan kami. Paling ada satu-dua pendaki. Namun saya merasa jika tidak dipaksakan, tentu saja kondisinya lebih parah lagi, terjebak di tengah hutan yang dingin tanpa peralatan dan logistik memadai.


Babe ini memang cukup merepotkan menurut saya, sudah tau kondisi yang mulai gelap dan harus segera sampai di Ranu Kumbolo, dia tetap saja seperti tidak memiliki daya juang dalam dirinya. Berkali-kali dia mengeluh tidak kuat dan menyesal ikut. Saya sampai kesal mendengar keluhannya. Di satu sisi saya juga kesal sama Wahyu, harusnya orang-orang ini adalah tanggung jawabnya dia, tetapi kenapa saya yang baru kenal orang-orang ini tadi pagi justru jadi orang yang menaggung bebannya. Tapi sebisa mungkin saya usir segala perasaan negatif, saya mencoba bersabar, karena bagaimanapun di saat kondisi seperti ini, pikiran positif dan motivasi diri adalah hal yang paling diperlukan. Pelan-pelan saya hilangkan rasa kesal saya dan coba memotivasi Babe. Dan untungnya, di sini juga ada Dimgal yang badannya paling kuat yang membantu Babe. Ia juga membantu saya untuk terus memotivasi Babe agar terus melangkah menuju Ranu Kumbolo.


Setelah jalan dengan kondisi hampir setengah sadar karena rasa pusing yang semakin kuat dan suasana yang semakin gelap, kami tiba di pos jaga dekat Ranu Kumbolo. Saya lupa pukul berapa, rasanya sekitar satu jam setelah perjalanan dari Pos 4. Di pos ini ternyata sudah ada Wahyu dkk yang menunggu. Mereka tidak dapat melanjutkan ke Ranu Kumbolo dan mendirikan tenda karena tendanya ternyata ada di tasnya Babe dan Dimgal -__- setelah istirahat dan memakan bekal roti dan cokelat, kami jalan kembali menuju Ranu Kumbolo. Ranu Kumbolo sebenarnya sudah di depan mata, namun untuk menuju ke sana, kami harus turun memutari bukit terlebih dahulu selama kurang lebih tiga puluh menit. Perasaan lega di sini mulai menyelimuti saya karena akhirnya sudah bertemu dengan anggota kelompok yang lain dan sebentar lagi beristirahat di Ranu Kumbolo.


Sekitar pukul 20.00 WIB, kami sudah sampai di Ranu Kumbolo. Kondisi fisik saat itu sudah terkuras habis. Saya, Jatmiko, Dimgal, dan Wahyu segera mendirikan tenda. Khotim, Babe, dan Merry mengeluarkan segala logistik dan mulai memasak dengan dua kompor portable yang kami bawa. Perasaan lega menyelimuti setelah tenda berhasil didirikan dan kamar masing-masing sudah selesai didekorasi. Malam itu rasanya sungguh puas, setelah setengah hari berjalan kaki dan kelelahan, kami menikmati santap malam dengan lauk kornet, indomie rebus, dan telur di bawah naungan bintang Ranu Kumbolo dan tentu saja angin dinginnya hehe.. Saya tidak terlalu lama menikmati suasana malam kali itu karena kepala saya sudah semakin pusing dan udara di luar juga semakin dingin. Sekitar pukul 21.00 saya sudah terlelap di dalam tenda lafuma kuning kami.


Hari kedua, 07 Agustus 2014


Hari kedua pendakian, saya terbangun oleh teriakan heboh Wahyu di luar tenda. “Hoii.. Van, bangun sini, liat sunrise!” begitu kira-kira teriaknya. Saya awalnya tidak terlalu menggubris, karena masih cukup ngantuk. Tetapi karena si Wahyu semakin berisik di luar, saya pun keluar. Waktu itu kira-kira menunjukkan pukul 05.00 WIB. Udara di Ranu Kumbolo subuh itu cukup dingin. Saya pun keluar sembari meminum energen hangat yang dibuat oleh Wahyu. Tidur yang cukup nyenyak semalam syukurnya sukses membuat pusing di kepala saya hilang. Udara Ranu Kumbolo yang segar juga semakin menambah semangat dalam diri saya.

Tak berapa lama, beberapa pendar cahaya mulai muncul di balik dua bukit di Ranu Kumbolo. Awalnya saya kira biasa saja, namun lama-kelamaan, woow..!! Subhanallah sunrise di Ranu Kumbolo, luar biasa indah :”) Jatmiko, Babe, Dimgal, Merry, dan Khotim juga rupanya sudah terbangun. Kami bertujuh menikmati sunrise yang luar biasa pagi itu sembari berfoto dan menyeduh minuman hangat.

Proses sunrise di Ranu Kumbolo


 Detik-detik kemunculan sang surya di Ranu Kumbolo. Siluet orang di tengah itu adalah Wahyu


Wahyu berpose di dereta tenda Ranu Kumbolo. Itu orang berjaket merah terlihat membungkuk di belakang adalah Babe yang sedang masak :p


 Saya bernarsis sedikit di Ranu Kumbolo hehe


Sesi foto-foto dan bersantai ria berlanjut sampai sekitar pukul 07.00 WIB. Saya, Jatmiko, Khotim, Dimgal memilih mengambil air sekaligus membersihkan badan di Ranu Kumbolo. Wahyu, Babe, dan Merry memepersiapkan sarapan.


Sekitar pukul 08.00 WIB kami bertujuh sudah duduk manis di pinggir Ranu Kumbolo untuk sarapan. Menu makanan kami pagi itu adalah nasi putih, kornet, kecap, dan sarden. Alhamdulillah cukup mengganjal perut. Sekitar pukul 09.00 WIB kami sudah selesai packing dan bersiap melanjutkan perjalanan lagi menuju Kalimati.


 Saya menyempatkan diri berfoto sebentar di Ranu Kumbolo sebelum kembali melanjutkan perjalanan :p


Hari kedua, tujuan kami selanjutnya adalah Kalimati, base camp terakhir pendakian Semeru sebelum menuju puncak Mahameru untuk summit attack. Perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati normalnya memakan waktu sekitar dua jam dengan jalur yang melalui tanjakan cinta, padang lavender atau Oro-Oro Ombo, hutan cemara atau Cemoro Kandang, lalu yang cukup sulit, naik turun dua buah bukit.


Medan pertama adalah tanjakan cinta yang legendaris. Sobat sendiri silahkan gogling saja legendanya :p saya tidak terlalu peduli dengan legendanya, karena bagaimana pun, hampir mustahil untuk mendaki tanjakan cinta tanpa menoleh ke belakang karena lelah dan tentu saja, pemandangan Ranu Kumbolo yang luar biasa indah dari tempat ini. Saya dan Wahyu tiba lebih dulu di puncak tanjakan cinta. Berfoto-foto sejenak sambil menunggu anggota tim yang lain.


Anggota tim saya bersiap menapaki langkah ke tanjakan cinta. Kiri ke kanan, dari yang memakai ransel warna merah: Khotim, Jatmiko, Merry, Babe, Wahyu (yang bawa botol banyak).


Saya berpose di ujung tanjakan cinta. Siapa yang tak mampu menoleh jika latar belakangnya Ranu Kumbolo yang indah seperti di belakang :")


Setelah semua anggota tim telah sampai di puncak tanjakan cinta, perlajanan dilanjutkan melalui jalan menurun ke arah Oro-Oro Ombo. Namun sayang, ketika saya datang kemarin, padang lavendernya belum mekar. Alhasil hanya dapat hamparan ilalang hijau dan kuning yang walau belum mekar namun tetap saja cukup indah.


Oro-oro Ombo, sayang belum mekar lavendernya


Setelah melalui Oro-Oro Ombo, kami sampai di pos peristirahatan Cemoro Kandang. Hehe di sini ada fenomena ajaib lagi, yaitu ada orang jualan lagi di sini. Saya membeli semangka dua potong dan pisang goreng dua potong. Perjalanan naik ke tanjakan cinta tadi cukup menguras tenaga.


Kami istirahat sekitar lima belas menit di Cemoro Kandang. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan menyusuri hutan cemara dan naik turun dua bukit. Di sinilah masalah mulai timbul kembali. Babe mulai kecapaian. Ia banyak sekali beristirahat sepanjang perjalanan mendaki tanjakan bukit pertama. Bahkan tim kami sempat terpecah dua. Wahyu, Jatmiko, dan Khotim sudah jauh di depan, sementara saya, Babe, Dimgal, dan Merry masih ketinggalan di belakang. Saya sendiri tidak tega meninggalkan Babe sendirian di belakang. Selain karena kasihan, saya juga merupakan salah satu yang paling tua di antara ketujuh anggota tim. Tidak mungkin saya meninggalkan orang ini.


Dimgal setia menyemangati dan membantu Babe, demikian juga dengan Merry yang terus menyemangati dan cukup tangguh. Sementara carrier Khotim sudah dipakai oleh Jatmiko semenjak Oro-Oro Ombo, Merry tetap tanggah menenteng carriernya dan tidak pernah meminta istirahat.

Setelah susah payah menyusul, akhirnya Babe dan rombongan saya yang ketinggalan di belakang berhasil menemui Wahyu dan dua orang lainnya menjelang akhir tanjakan pertama. Babe tampak sangat kepayahan di sini, dia sudah tidak mampu membawa carriernya lagi. Sementara itu, waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Wahyu mulai khawatir, sebab jika kami sampai di Kalimati di atas pukul 12.00 WIB, takutnya tidak mendapat tempat yang bagus untuk ngecamp dan waktu istirahat semakins sedikit. Setelah berdiskusi, akhirnya kami sepakat memecah tim menjadi dua. Saya dan Wahyu akan berlari duluan menuju Kalimati dengan membawa carrier masing-masing plus menenteng carrier Babe yang berisi tenda. Dimgal, Jatmiko, Merry, Khotim, dan Babe menyusul saja di belakang. Dimgal kami beri tanggung jawab untuk menjaga anggota kelompok lainnya. Saya dan Wahyu akan memastikan terlebih dahulu tempat untuk nge-camp di Kalimati agar dapat spot yang cukup bagus.


Perjalanan dilanjutkan, saya dan Wahyu benar-benar.. berlari! Ya, kami berlari seperti orang gila menuju Kalimati sambil menenteng tiga buah carrier. Kalian pernah lihat film Fast & Furios 5 ketika adegan Toretto dan Brian membawa mobil yang menarik brankas uang segede gaban? Ya, kira-kira seperti itulah saya dan Wahyu yang berlari menyusuri tanjakan dan turunan menuju Kalimati dengan membawa carrier 75 liter milik Babe.


Saya dan Wahyu sempat beristirahat sejenak sesaat sebelum masuk ke Kalimati. Ketika sedang asyik melemaskan otot-otot kaki dan badan, tiba-tiba muncul di hadapan kami seorang pendaki perempuan berjaket ungu, mengenakan gaiter, dan memakai headset warna putih (ya, saya masih ingat! Hahaha). Saya dan Wahyu sempat saling pandang, sebab pendaki tersebut cukup cantik hehe.. Jarang-jarang di gunung bisa ketemu cewek cantik, bawa carrier lagi, kecantikannya meningkat dua ratus persen :p

Tapi momen ini tidak berlangsung lama, karena kami harus kembali lanjut berlari menuju Kalimati. Saya dan Wahyu tiba di Kalimati sekitar pukul 12.00 WIB kurang sedikit. Alhamdulillah kami dapat tempat nge-camp yang cukup bagus. Sekitar lima belas menit kami duduk beristirahat, Dimgal dkk tiba di Kalimati. Tugas pun dibagi. Saya dan Wahyu bertugas mengambil air, Dimgal dan Jatmiko membangun tenda, Babe, Merry, dan Khotim memasak. Belum hilang rasa capai, saya harus kembali berjalan naik turun gunung untuk mengambil air di kali dekat Kalimati yang berjarak sekitar tiga puluh menit dari camp. Tapi tak apalah, hitung-hitung pengalaman dan pengetahuan baru bagi saya. Kelak saya kembali lagi ke Semeru, sudah tau dimana ngambil airnya hehe..


Setelah cukup lama mengantri mengambil air, saya dan Wahyu kembali ke camp Kalimati. Tiba di camp sekitar pukul 13.30 WIB, tenda sudah jadi, kamar sudah didekorasi, dan makanan sudah siap. Ada untungnya juga kami membawa Babe ini, walaupun secara fisik dia lemah, tetapi dia koki yang cukup handal. Nasi yang dimasaknya cukup enak untuk ukuran masakan di atas gunung. Ia juga cukup telaten mengatur keperluan logistik dan bersemangat mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya.


Oh iya, di Kalimati ini juga ternyata masih tetap ada orang berjualan loh. Ajaib memang di ketinggian segini, di pos terakhir ini, ternyata masih ada yang berjualan, saya sendiri hampir tidak menyangka. Money is still money, bussiness is still bussiness rupanya :p skip.. skip..


Selesai makan sekitar pukul 14.00 WIB, peralatan makan belum dibersihkan. Saya pun menyuruh Khotim untuk mencuci. Bukan apa-apa, sebab saya dan Wahyu sudah cukup kelelahan setelah perjalanan seharian ini. Begitu juga Dimgal dan Jatmiko. Sementara Babe dan Merry masih sibuk membereskan sisa makanan dan mengatur logistik kami sisanya. Di sinilah rasa kesal mulai muncul kembali dalam diri saya. Khotim ini sebenarnya beban yang lebih dari Babe. Jika Babe banyak beristirahat sepanjang jalan, demikian juga Khotim yang hampir sepuluh menit sekali minta istirahat walaupun carriernya sudah ditenteng Jatmiko. Bedanya, walau Babe tidak kuat secara fisik, tapi ia mau disuruh mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti masak atau membersihkan nesting. Tidak demikian dengan Khotim. Perempuan ini cukup membuat saya dan Wahyu kesal. Selain manjanya minta ampun pada Jatmiko, ia tidak bisa disuruh bekerja. Cuci piring tidak mau karena takut dingin. Masak pun tidak bisa -____- akhirnya saya malas berdebat, selain itu kondisi fisik juga sudah terlalu capek. Piring dan nesting akhirnya inisiatif saya bersihkan, itu juga akhirnya dibantu oleh Babe dan Merry tidak lama kemudian. Selesai beres-beres, kami memutuskan beristirahat sampai nanti malam. Sebab, pukul 23.00 WIB nanti kami berencana summit ke Puncak Mahameru.


 Sekitar pukul 21.00 WIB kami sudah selesai beristirahat. Ketika saya bangun, masakan ternyata sudah siap. Babe sudah menyiapkan makanan untuk kami :”) Kami makan malam untuk persiapan summit dan menyiapkan bekal untuk dibawa ke perjalanan. Oh iya, selain Babe, seluruh anggota tim ikut dalam summit attack Mahameru. Babe merasa fisiknya sudah tidak kuat lagi untuk berjalan sampai Mahameru. Ia takut malah justru menjadi penghambat kami ketika summit. Ia lebih memilih beristirahat di tenda, merapikan dan menjaga barang, serta masak untuk kami keeseokan harinya :”)

Segala bekal dan obat-obatan kami disiapkan oleh Babe. Bekal yang kami bawa antara lain sosis, madu rasa, cokelat batangan, termos berisi cokelat cair, air minum, dan beberapa potong roti. Wahyu juga membawa satu set kompor portable berserta gas untuk menghangatkan diri kami di perjalanan menuju puncak.

Menjelang pukul 23.00 WIB kami sudah siap summit attack. Carrier berisi bekal dibawa oleh Wahyu. Sebelum berangkat, kami berdo’a terlebih dahulu agar summit attack ini berjalan lancar dan kami bisa pulang kembali ke rumah dengan selamat. Pukul 23.00 WIB, perjalanan sebenarnya dari pendakian atap pulau Jawa dimulai! Kami membentuk formasi berbaris. Wahyu sebagai leader di depan, saya sebagai sweeper di paling belakang. Senter dan head lamp kami hemat, dengan hanya menyalakan senter dan headlamp pada selang satu orang anggota kelompok. Jika saya menyalakan senter, orang di depan saya tidak usah menyalakan. Hal ini guna menghemat baterai.

Perjalanan menuju puncak dari Kalimati melalui medan yang cukup berat di awal-awalnya. Sebelum memasuki vegetasi pasir dan batu kerikil, kami melalui jalan setapak antara pohon cemara dan pinus yang dipenuhi debu tebal. Perjalanan summit malam hari ini cukup mendebarkan, sebab beberapa kali kami harus saling mengingatkan adanya jurang atau lubang di kanan-kiri maupun depan-belakang kami.


Hari ketiga, 08 Agustus 2014


Memasuki hari ketiga pendakian, saya dan kawan-kawan sudah berada di Cemoro Lawang, tempat terakhir sebelum memasuki vegetasi pasir dan kerikil menuju Puncak Mahameru. Di sini saya mendapat pemandangan cukup menakjubkan, yaitu barisan senter para pendaki yang tengah menuju puncak Mahameru. Barisan senter ini seperti membentuk ular panjang yang menjulur dari bawah sampai dengan menjelang puncak Mahameru.


Saya dan rombongan tetap berjalan beriringan. Summit merupakan bagian tersulit dan terberat dari pendakian Mahameru menurut saya. Bagaimana tidak, pasir dan kerikil yang ada menjadikan sepatu atau sendal gunung anda tenggelam dan terserat ke bawah. Rasanya seperti anda berjalan dua langkah ke atas, namun terseret turun satu langkah. Benar-benar butuh kesabaran ekstra. Belum lagi puncak Mahameru yang kelihatan dari bawah seolah-olah dekat namun tidak kunjung sampai juga ketika didaki.


Sekitar kurang lebih satu berjalan kaki di vegetasi pasir dan kerikil yang kemiringannya sekitar 45 derajat, kami semua mulai merasa kelelahan. Kami memilih beristirahat di pinggir jalur, memakan bekal, dan menghangatkan diri menggunakan kompor. Pendaki-pendaki lain juga banyak yang beristirahat sepanjang jalur menuju puncak Mahameru, di tengah hamparan kerikil dan pasir yang miring. Hal ini dapat dimaklumi, sebab medan yang dilalui memang berat. Udara dingin Mahameru sangat terasa menusuk tulang, walaupun sebenarnya saya sudah melapisi diri dengan memakai kaos, baju lengan panjang, dan jaket windproof. Terlalu lama beristirahat justru membuat suasana semakin dingin.


Kami memang banyak istirahat saat summit ini, karena medannya yang cukup berat. Belum lagi pasir dan kerikil yang masuk ke sepatu benar-benar mengganggu sehingga beberapa kali harus berhenti untuk membersihkan. Sial memang, karena ini pendakian pertama, saya belum mengenal alat gunung yang bernama gaiter.


Masalah mulai muncul ketika sudah hampir setengah jalan menuju puncak. Wahyu merasa kurang enak badan. Ia masuk angin sepertinya. Kami memutuskan beristirahat kembali dan memakan bekal. Wahyu memilih tidur sebentar di pinggir jalur, kami disuruh melanjutkan, nanti ia bisa menyusul. Saya tidak tega membiarkan kawan saya menderita sendirian. Saya tawarkan menemani dia dan menyuruh anggota tim juga beristirahat. Wahyu menolak, ia justru menyuruh saya berjalan duluan memimpin anggota tim menuju puncak. Dimgal menawari diri menemani Wahyu dan bergantian membawa carrier di punggung Wahyu. Kami sepakat, karena pada dasarnya Dimgal yang memiliki fisik paling kuat di antara kami. Saya dan tiga orang lainnya akhirnya berjalan terlebih dahulu meninggalkan Dimgal dan Wahyu.


Beberapa menit berjalan, kami mulai merasa lelah lagi. Saya memutuskan beristirahat sembari menunggu Dimgal dan Wahyu. Namun tidak disangka, ketika hendak beristirahat, rupanya Wahyu dan Dimgal sudah ada di belakang kami -__- kuat sekali memang kawan saya yang satu ini walaupun tubuhnya sangat kurus hehe..


Menjelang fajar, puncak Mahameru rasanya tidak kunjung mendekat. Ini cukup membuat frustasi, sebab jika dilihat, puncak ini terasa begitu dekat. Menjelang fajar, barisan kami sudah tidak menentu. Wahyu dan Dimgal sudah duluan. Khotim dan Jatmiko di belakang, sementara saya dan Merry di tengah-tengah. Saya kasihan pada Merry, perempuan ini tangguh sekali, ia jarang mengeluh dan terus melangkah, beda halnya dengan Khotim yang sepanjang jalur merengek terus pada Jatmiko. Saya terus menyemangati dia. Sesekali Dimgal juga menunggu kami dan turut menyemangati Merry.


Oh iya, jika anda menonton film 5 CM, di sana terdapat adegan batu yang meluncur dari puncak. Ini memang benar, namun tidaklah se-lebay di film 5 CM. Beberapa batu sebesar genggaman orang dewasa memang kadang meluncur dari atas akibat pijakan-pijakan para pendaki yang sudah tiba lebih atas. Namun itu meluncurnya juga sangat pelan, tinggal dihentikan pakai tangan atau kaki dan dilempar ke luar jalur. Biasanya jika ada batu yang meluncur, pendaki-pendaki lain akan berteriak mengingatkan “batu.. batuu..!!” atau “awas ada batu!”.


Perjalanan terus dilanjutkan. Menjelang fajar, saya sudah merasa hampir tidak kuat. Frustasi rasanya tidak kunjung sampai puncak. Namun Wahyu terus menyemangati saya, ia menunjuk ke arah Timur, perlahan garis-garis tipis sang surya mulai muncul di kejauhan. Saat itulah saya seperti mendapat energi baru. ‘Wow!! Sebentar lagi sunrise!!” saya kembali mamaksa menyeret langkah ke puncak yang mulai terlihat dekat namun sebenarnya masih cukup jauh. Saya berharap bisa menikmati sunrise di puncak Mahameru.


Namun apa daya, medan Mahameru memang luar biasa berat. Walaupun sudah memaksa menyeret langkah, namun puncak tidak juga sampai. Saya hanya dapat menikmati sunrise dari tengah-tengah perjalanan menuju puncak Mahameru. Namun itu, bagaimana pun tetap tidak dapat menghilangkan keindahan sunrise dari Mahameu. Subhanallah, lur biasa indahnya..


 Detik-detik sunrise di jalan menuju Puncak Mahameru.

Saya berpose sebentar di tengah keletihan menuju Puncak Mahameru. Abaikan wajah kumel dan lelah tersebut :p


Detik-detik sunrise, saya, Wahyu, dan Dimgal memilih beristirahat di jalur summit. Merry ada di belakang, ia lebih memilih beristirahat sembari menunggu Jatmiko dan Khotim. Beberapa pendaki juga turut melakukan hal yang sama, beristirahat di sepanjang jalur Mahameru. Oh iya, ketika sedang asyik menikmati sunrise, tiba-tiba jantung saya berhentu berdetak! Pendaki perempuan berjaket ungu yang saya dan Wahyu temui menjelang sampai di Kalimati tiba-tiba terlihat di depan saya. Ia tampak kelelahan dan berjalan sendirian, hanya ditemani oleh sepasang tracking pole.


Saya dan beberapa pendaki lain menyemangati perempuan tersebut sembari menawarkan diri turut beristirahat. Ia sepertinya setuju, dan akhirya memilih duduk bersama kami dan beberapa meter di depan saya (--,). Beberapa pendaki tampak bertanya pada perempuan tersebut. Perempuan itu nampak tidak banyak berbicara, ia hanya menjawab sekenanya. Entah memang menjaga kualitasnya atau karena kelelahan saya tidak tahu hehe.. Saya sendiri lebih memilih diam, anaknya memang suka agak malu dan salting di depan cewek :p ahaha.. Tidak beberapa lama, beberapa pendaki sudah mulai lanjut berjalan ke puncak. Saya, Wahyu dan Dimgal masih santai duduk. Wahyu mengeluarkan termos berisi cokelat leleh hangat dari termos. Kami pun meminum bergantian. Di sinilah saya mulai memberanikan diri sedikit. Saya tahu perempuan ini terlihat kelelahan, dan bersamanya tidak terlihat ada bekal yang dibawa. Saya menyuruh Wahyu menuangkan cokelat hangat ke tutup termos dan membagi ke perempuan tersebut.

“Cokelat mbak, mumpung masih hangat”, saya memberanikan diri menawarkan cokelat pada perempuan tersebut.

“Iya, makasih mas”, ujarnya ramah. Namun saya tetap menyodorkan tangan yang berisi tutup termos kepadanya. Perempuan itu tidak menolak pemberian saya. Ia menyeruput habis cokelat di dalam tutup termos.

Saya pun mulai memberanikan diri bertanya asal dan pekerjaan perempuan tersebut. Rupanya ia berasal dari Jakarta dan kuliah di Binus. Namun pertanyaan hanya sampai di situ, saya merasa sungkan bertanya lebih jauh lagi. Kesannya nanti SKSD dan terlihat sangat modus, saya bukanlah tipe orang seperti itu hehe..


Deretan pendaki yang menuju Puncak Mahameru dari tempat beristirahat. Lihat gambar orang berjaket ungu di sebelah kanan? Itu dia perempuan yang saya maksud :p hehe


Cukup beristirahat, saya, Wahyu dan Dimgal melanjutkan lagi perjalanan menuju puncak. Kali itu sudah cukup terang, sekitar pukul 06.00 WIB kalau tidak salah. Dimgal sudah tampak berlari duluan. Kuat sekali memang anak ini, tidak ada rasa lelah terlihat dalam dirinya. Belum lagi pakaian yang ia kenakan, hanya kaos tipis dilapisi sweater PWK UB, celana jeans lusuh, sarung tangan, dan running shoes Adidas. Tidak tampak kedinginan dalam dirinya -__- demikian juga Wahyu, walau tubuhnya kurus dan membawa carrier di punggungnya, ia sudah beberapa meter di depan saya. Saya kembali memaksa langkah menuju puncak yang sudah terlihat semakin dekat.


Setelah bersusah payah menyeret langkah, saya mulai semakin dekat dengan puncak. Saya sudah sampai di deretan batu-batu besar menjelang puncak. Tinggal melewati deretan batu ini, maka sampailah saya di puncak Mahameru. Waktu kala itu menunjukkan pukul 07.30 WIB. Beberapa pendaki tampak sudah banyak yang turun dari atas sementara saya masih bersusah payah mencapai puncak.


Menjelang puncak, saya mulai merasa tidak enak badan, perut saya rasanya mual. Masuk angin sepertinya. Angin Mahameru begitu dingin menusuk walau sudah pukul 07.30 WIB. Terus menyeret langkah, saya mendengar teriakan semangat dari Wahyu dan Dimgal yang sudah di pinggir puncak. Sedikit lagi katanya, puncaknya luar biasa indah. Suara-suara kemenangan itu terus memaksa saya untuk menyeret langkah.

Sekitar pukul 08.00 WIB akhirnya saya tiba di puncak Mahameru! Subhanallah, terbayar sudah kerja keras saya dari tadi. Puncak Mahameru luar biasa indah. Perasaan bangga, puas, bersyukur, haru, dan rasa lelah, bercampur menjadi satu. Saya berjalan memutari puncak, berfoto-foto, dan menikmati berada di atas awan atap Pulau Jawa :”)


Proses tidak akan mengkhianati hasil


 Ekspresi kepuasan setelah sembilan jam berjalan kaki :")


Wajah letih namun bahagia. Akhirnya, MAHAMERU IBUU..!! :"))

View dari Puncak Mahameru, Subhanallah

Beruntung saat kami tiba, puncak Mahameru sudah sepi. Banyak pendaki yang sudah turun karena memang saat itu sudah cukup siang. Saya tidak perlu mengantri lama untuk berfoto di papan petunjuk Puncak Mahameru. Bergantian saya, Dimgal, dan Wahyu bernarsis ria di puncak Mahameru hehe..


Oh iya, ketika saya hendak turun kembali dari puncak, perempuan berjaket ungu tadi ternyata baru tiba di puncak. Tampak ia sangat kelelahan namun tetap semangat. Dan tentu saja, masih seorang diri.. Saya sempat berfikir ingin berfoto bersama dengan dia di puncak, namun lagi-lagi, saya tidak enak memintanya. Poor me haha.. Tidak berapa lama, tampak beberapa kawan dan rombongan perempuan itu juga tiba di puncak. Rupanya ia mendaki beramai-ramai namaun jalan terpisah. Niat saya untuk berfoto bersama akhirnya semakin urung. Bahkan sampai sekarang juga saya tidak tahu nama perempuan itu hehe..

Saya di puncak tidak lama, hanya sekitar setengah jam. Sekitar pukul 08.30, saya dan dua kawan saya memilih turun. Udara di puncak Mahameru sangat dingin, meskipun itu sudah terang matahari. Selain itu, para pendaki juga tidak disarankan berada di puncak Mahamaru lebih dari pukul 10.00 WIB karena pada saat itu arah angin sudah berubah dan gas beracun dari kawah sudah mengarah ke puncak. Ingat Soe Hok Gie? Beliau meninggal di Semeru karena menghirup gas beracun dari kawah. Sebelum turun, saya menyempatkan diri untuk muntah terlebih dahulu di pinggiran puncak. Perut saya sudah tidak bisa diajak kompromi mualnya hehe.. Alhamdulillah setelah muntah, rasanya agak baikan. Kami bertiga pun langsung turun ke bawah.


Baru bebeapa meter melewati deretan batu besar menjelang puncak, tiba-tiba saya dikejutkan dengan pemandangan tiga orang kawan saya yang susah payah masih menuju puncak. Merry, Khotim, dan Jatmiko :”) saya pikir mereka sudah putus asa dan tidak mengejar puncak, namun ternyata mereka masih kuat berjalan. Jatmiko tampak pincang. Rupanya sepatu Khotim jebol di tengah jalan dan Jatmiko meminjamkan sepatunya. Jatmiko sendiri memilih memakai sendal gunung saya yang memang dibawa sebagai cadangan dari Kalimati. Saya menyemangati tiga orang itu. Mereka bertekad sampai puncak. Dimgal kembali naik, ia membantu mamapah Jatmiko dan menemani tiga orang itu. Saya dan Wahyu, kami memilih menunggu di tengah-tengah jalur summit.


Oh iya, perjalanan turun ke bawah ini salah satu yang paling seru. Jadi para pendaki akan bermain sand skating atau ski pasir untuk meluncur ke bawah. Anda terus meluncur ke bawah dengan membenamkan kaki ke lautan pasir dan kerikil yang curam. Rasanya menyenangkan, walau awalnya mendebarkan karena jalur turun cukup curam dan jika tidak kuat mengerem, anda akan terus meluncur ke bawah dan bukan tidak mungkin akan terjatuh berguling-guling.


Wahyu sudah meluncur terlebih dahulu, ia beberapa meter di depan saya. Saya sendiri lebih memlih turun dengan santai sembari menikmati pemandangan pagi dari jalur puncak Mahamaru yang luar biasa indah. Setelah beberapa menit, saya memilih istirahat di tengah jalan, duduk menghadap gunung di depan saya sembari berlindung dari bayangan bebatuan dari panasnya sinar matahari. Oh iya, perjalanan turun dari puncak Mahameru ini sangat kontras dengan perjalanan naik. Jika perjalanan naik saya habiskan sembilan jam berjalan kaki, perjalanan turun tidak sampai satu jam, itu juga sudah ditambah dengan istirahat.


View dari tempat saya beristirahat. Aslinya tentu lebih indah dan menakjubkan


Sekitar pukul 09.30 WIB, saya sudah sampai di bawah, di Cemoro Lawang. Di sini saya menunggu rombongan yang lain. Saya menunggu sendirian, saya tidak melihat Wahyu ketika turun tadi, apakah ia sudah duluan atau justru saya sudah melewatinya ketika turun, entahlah. Tidak berapa lama, datang satu orang pendaki lain, ia juga turut menunggu kawan-kawannya yang lain yang masih di puncak. Bosen menunggu, saya pun berkenalan dan berbincang dengan pendaki tersebut. Rupanya ia mahasiswa Fakultas Hukum dari Universitas Airlangga.


Saya dan pendaki tersebut cukup lama menunggu dan mengobrol, namun kawan-kawan kami tidak kunjung datang. Hampir satu jam saya menunggu. Pendaki ini rupanya mulai putus asa, dia memilih kembali ke camp Kalimati saja, menunggu di sana daripada di Cemoro Lawang yang mulai sangat panas dengan sinar matahari pukul 10.00 WIB. Akhirnya, tersisalah saya sendiri di Cemoro Lawang. Karena lelah, saya sempat tertidur beberapa menit di bebatuan di Cemoro Lawang. Ketika setengah sadar, saya mendengar suara Dimgal di belakang bersama Wahyu. Rupanya mereka baru turun, kala itu waktu menunjukkan sekitar pukul 10.30 WIB.


Rupanya mereka lama karena Merry ternyata hp nya hilang di atas. Terjatuh sepertinya dari kantong. Kasihan sekali, padahal ada banyak foto perjalanan kami di sana, termasuk semua foto-foto Dimgal dan tiga orang lainnya di puncak. Wahyu ternyata tadi belum turun, ia menunggu di tengah-tengah jalur berpasir sambil tidur sebentar. Saya tidak menyadari telah melewatinya. Tidak berapa lama setelah Wahyu dan Dimgal turun, Merry, Khotim, dan Jatmiko menyusul di belakang. Merry tampak sangat bersedih.


Akhirnya, kami bertujuh melanjutkan perjalanan sekitar satu jam menuju camp Kalimati. Perjalanan turun ini terasa lebih melegakan, karena kami berenam alhamdulillah berhasil sampai puncak. Hanya insiden hilangnya hp Merry saja yang sedikit mengganggu keceriaan kami. Wahyu, Dimgal, dan Merry berjalan duluan. Saya, Jatmiko, dan Khotim berjalan di belakang. Saya membantu memapah Jatmiko yang pincang. Melalui jalan penuh turunan berpasir agak sedikit susah dengan kondisi kaki yang pincang.


Menjelang sampai Kalimati, Khotim kembali berulah. Kali ini ia kebelet pipis rupanya, dan memaksa Jatmiko untuk berjalan lebih cepat. Jatmiko tampak kasihan, ia berusaha menyuruh Khotim untuk sabar dan menahan sedikit karena kakinya sedang sakit, tidak kuat berjalan cepat. Namun Khotim ini memang keterlaluan, ia seperti tidak mempedulikan keadaan Jatmiko dan justu malah ngambek dan semakin memaksa kami berjalan cepat.


“Mik, cepat, aku yo mau pipis”, begitu kira-kira perkataan si Khotim

“Ya sabar to nduk, kaki ku lagi sakit ini lho, ga bisa jalan cepat”, begitu kira-kira perkataan Jatmiko yang masih saya ingat.


Kesal sekali saya sama Khotim ini, padahal Jatmiko pincang gara-gara meminjamkan sepatunya ke Khotim yang sepatunya jebol. Jatmiko yang memakai sendal terpeleset dan kakinya lecet terkena pecahan kerikil sepanjang jalur summit. Khotim ini tetapi sialnya tidak mau mengerti, justru semakin memaksa.


Karena entah kasihan dengan pacarnya, kelewat sayang, atau capek mendengar rengek Khotim, Jatmiko akhirnya mengalah. Ia meminta tolong pada saya untuk berjalan lebih dulu dan menemani Khotim sampai Kalimati agar bisa segera pipis. Saya tentu saja menolak, kasihan Jatmiko dalam kondisi pincang harus berjalan sendiri. Namun Jatmiko terus memaksa dengan muka memelas dan di satu sisi Khotim juga terus berisik minta cepat dan menyetujui saran Jatmiko. Saya tidak mau banyak berdebat, akhirnya mengiyakan permintaan Jatmiko. Sepanjang jalan dengan Khotim saya benar-benar kesal, bagaimana bisa ada perempuan egois seperti ini dan mengapa Jatmiko bisa tahan?? Saya hanya diam sepanjang jalan sampai Kalimati.


Saya tiba di Kalimati sekitar pukul 12.00 WIB. Babe menyambut saya dan Khotim. Saya segera menyuruh Babe masuk ke hutan dan membantu Jatmiko berjalan. Sementara Khotim? Ia sudah ngeloyor pergi pipis yang daritadi ditahannya sampai tega memaksa pacarnya yang sakit.

Tiba di Kalimati, saya sudah benar-benar lelah. Saya langsung menyantap makanan yang disiapkan Babe dan masuk ke tenda untuk beristirahat. Di dalam tenda sudah ada Dimgal yang baring-baring dan Wahyu yang sudah terlelap duluan. Sepanjang sisa hari itu saya habiskan untuk tidur dan mengisi tenaga.


Hari keempat, 09 Agustus 2014


Hari terakhir pendakian tentu saja jadwalnya adalah pulang kembali ke peraduan masing-masing. Pagi itu saya bangun sekitar pukul 05.30 pagi di Kalimati. Setelah pemanasan sedikit, berganti pakaian, saya memutuskan berjalan-jalan di sekitar camp. Tidak lama, Dimgal yang juga sudah terbangun ikut besama saya. Akhirnya berjalanlah dua pria narsis ini ke sekitar camp, tujuannya tentu saja, foto-foto! ehe..



Dimgal berpose di Kalimati. Lihatlah di belakangnya latar belakang Mahameru yang gagah

Ketika tengah menikmati suasana pagi di Kalimati, saya berjumpa dengan seorang bule dari Amerika Serikat. Saya berbincang-bincang sedikit dengan skill bahasa Inggris yang juga sedikit-sedikit :p Setelah perbincangan singkat itu, akhirnya saya tahu bahwa dia mendaki bersama tiga orang temannya. Dia semalam juga ikut summit, namun rupanya menyerah di tengah jalan. Katanya jalannya sungguh jauh dan berat ia tidak kuat, lebih baik kembali beristirahat di Kalimati. Sementara tiga orang teman si bule ini berhasil sampai puncak dan sekarang masih tidur kelelahan di tenda hehe,,

Dari penjelasan si bule ini, akhirnya saya sadar satu hal. Walaupun banyak pendaki yang naik Semeru pasti memutuskan summit, bahkan hampir semua, namun hanya beberapa yang berhasil sampai puncak. Banyak di antaranya yang juga tidak kuat atau menyerah di tengah jalan dan memilih putar balik. Entah karena lelah, atau sudah terlalu siang untuk sampai puncak. Itulah mengapa dari sekitar dua ratusan senter yang berjejer menuju puncak semalam, hanya sedikit saya menjumpai / berpasan-pasan dengan pendaki yang turun ketika sudah sampai di puncak. Kurang dari seratus rasanya, banyak di antaranya yang ternyata tumbang di perjalanan.


Puas berkeliling dan berfoto, saya dan Dimgal kembali ke tenda. Anggota tim lain ternyata sudah berkumpul semua, Babe dan Merry tengah memasak untuk kami. Sekitar pukul 08.00 WIB, kami menikmati sarapan. Lapar sekali perut saya, maklum terakhir kali saya menyentuh makanan adalah siang kemarin, seturun dari puncak Mahameru. Dari semenjak kemarin siang sampai tadi pagi saya habiskan untuk beristirahat, bahkan makan malam pun tidak gara-gara terlalu capai hehe..


Sekitar pukul 09.00 kami sudah mulai packing dan bersiap turun menuju Ranu Kumbolo untuk kemudian lanjut lagi ke Ranu Pani. Pukul 10.00 WIB kami turun ke Ranu Kumbolo. Perjalanan dari Kalimati ke Ranu Kumbolo terasa lebih dekat dan lebih santai. Kami tiba di Ranu Kumbolo sekitar pukul 11.30 WIB. Tiba di Ranu Kumbolo, kami memutuskan beristirahat sebentar sebelum lanjut lagi ke Ranu Pani. Nah di Ranu Kumbolo ini, si Khotim mulai berulah. Kebetulan sisa indomie perbekalan kami hanya satu bungkus, itu juga sebenarnya milik saya dan Wahyu yang seharusnya dimakan berdua ketika makan malam semalam, namun tidak kami konsumsi gara-gara ketiduran. Nah setibanya di Ranu Kumbolo, si Khotim ini mulai merengek ke si Jatmiko, “Mik, aku mau mie mik..” Saya dan Wahyu yang sudah mendengar rengekan ini hanya terdiam, namun tentu saja kami memiliki pikiran yang sama “apaan nih cewek, seenaknya aja minta mie di tengah gunung, dikira di mall apa yang bisa seenaknya mesen makanan” Jatmiko juga kelihatan kebingungan, ia tau sisa mie hanya satu dan itu adalah jatah saya dan Wahyu. Jatmiko menjelaskan ke Khotim buat sabar, nanti saja beli di Ranu Pani, mie itu adalah jatah saya dan Wahyu. Namun si Khotim ini memang kadang tidak bisa mengerti situasi, ia terus saja merengek dan membuat saya beserta anggota kelompok lain gerah. Akhirnya karena tidak mau berdebat dan males mendengar rengekan Khotim, saya menyuruh Jatmiko memasakkan sisa mie satu bungkus itu untuk Khotim. Lagipula, saya masih cukup kenyang makan di Kalimati tadi. Sementara Wahyu, ia terlihat mencoba bersabar, hanya terdiam melihat kelakuan juniornya yang tidak tau situasi tersebut.

Kami di Ranu Kumbolo sekitar satu jam. Masak sebentar, bersih-bersih diri dan mengisi botol air minum. Si Wahyu sebenarnya sedikit bad mood di sini, karena saya, Jatmiko, Khotim, dan Dimgal terlalu lama bersih-bersih diri dan menikmati Ranu Kumbolo sementara hari sudah semakin siang. Namun bagaimana lagi, kami hanya mencoba menikmati saat-saat terakhir di serpihan surga ini..


Sisa-sisa view Ranu Kumbolo hari itu yang bisa saya nikmati


Sekitar pukul 12.30 WIB kami lanjut ke Ranu Pani dari Ranu Kumbolo. Di sini kami membagi tim menjadi dua, Wahyu dan Dimgal berjalan duluan sampai Ranu Pani, saya dan sisa anggota tim berjalan santai saja di belakang. Wahyu dan Dimgal harus cepat sampai di Ranu Pani sebelum pukul 16.00 WIB untuk mengurus simaksi. Perizinan kami hanya sampai tanggal 11 Agustus 2014, takutnya jika kami tiba di Ranu Pani terlalu sore, pos registrasi sudah tutup dan kami tidak bisa melapor ke bagian registrasi. Akhirnya saya pun memimpin sisa tim kembali menuju Ranu Pani.


Tidak ada yang istimewa dari perjalanan ke Ranu Pani, perjalanan berjalan santai seperti biasa. Kami tiba di Ranu Pani sekitar pukul 17.00 WIB. Menjelang Ranu Pani, saya sempat mengabadikan gurat-gurat senja kemenangan kami sore itu. Beristirahat sebentar di Ranu Pani, menikmati semangkuk rawon yang luar biasa terasa enak setelah beberapa hari di gunung, membeli souvenir, dan pada pukul 18.30 WIB akhirnya kami kembali menuju Malang Kota. Demikian, terima kasih Semeru..

Ranu Pani, tampak indah menyambut kami..

Nb: Beberapa catatan pendakian Semeru:

  1. Semeru adalah puncak tertinggi Pulau Jawa. Pahamilah arti kata “puncak tertinggi”. Siapin mental dan tentu saja fisik yang kuat sebelum naik Semeru. Semua orang berhak naik gunung, tapi semua orang juga harus tahu diri sebelum naik gunung. Jangan seperti saya dan tim kemarin, bawa anggota yang ternyata kurang latihan fisik dan punya penyakit asma. Selain menghambat anggota kelompok, kalian sendiri yang akan rugi nanti, kesusahan sepanjang jalan. Simaksi Semeru juga membutuhkab surat sehat, jadi pastikan anda membuatnya dahulu sebelum ke Semeru. Jika tidak sempat, bisa mampir di Puskesmas Tumpang, bayarannya sekitar lima ribu rupiah. Pendaki Semeru umumnya membuat surat sehat di Puskesmas Tumpang.

  2. Jalur pendakian Semeru sudah cukup jelas, tanpa guide atau porter pun anda insya Allah sudah bisa mendaki Semeru tanpa tersesat. Asal jangan aneh-aneh saja pakai acara buka jalur kecuali anda memang punya kemampuan dalam hal itu.

  3. Secara umum, medan ke Semeru tidak terlalu sulit menurut saya, hanya mungkin treknya saja yang cukup panjang sehingga akan sangat kelelahan. Dari keseluruhan total, jalur ketika summit yang paling berat karena vegetasinya berupa pasir dan kerikil yang miring. Susah untuk melangkah ke depan tanpa mundur ke belakang. Sisanya tidak terlalu berat.

  4. Jangan khawatir kekurangan bekal di Semeru, banyak orang jualan di sepanjang pos hehe.. Tapi tentu saja anda harus merogoh kocek yang sangat dalam.Tapi para pendaki biasanya jarang membeli makanan yang dijual sepanjang pos. Bagi yang benar-benar ingin merasakan naik gunung, tentu harus menyiapkan perlengkapan dan logistik yang memadai.

  5. Dilarang mandi. Mencuci, atau buang air di Ranu Kumbolo!! Sesungguhnya film 5 CM itu bohong. Ranu Kumbolo bukan seperti Segara Anak di Rinjani. Air Ranu dipakai buat masak dan minum para pendaki selain anda, jadi jangan dikotori! Kalau mau bersih-bersih badan, masak, sikat gigi, atau mencuci, silahkan ambil air danau pakai botol atau jerigen lalu cuci di pinggir danau, jangan sampai airnya masuk ke danau.

  6. Sangat disarankan memakai perlengkapan yang memadi ketika naik semeru. Sepatu, gaiter, jaket waterproof dan windproof, sarung tangan, serta tracking pole kalau bisa. Selain bisa melindungi kaki agar tidak lecet, sepatu bisa membuat daya cengkeram kaki anda lebih mantap daripada sendal gunung ketika berjalan. Memakai sepatu yang waterproof juga bisa menjaga suhu kaki anda tetap hangat ketika melakukan pendakian atau summit. Gaiter penting terutama ketika summit agar pasir dan batu kerikil tidak masuk ke sepatu anda dan menggangu langkah. Tracking pole juga berguna untuk membantu pijakan anda ketika summit agar tidak terus melorot di jalur pasir dan baut kerikil yang tenggelam. Jaket windproof dan sarung tangan? Tentu anda semua sudah tau fungsinya :p

  7. Jangan sampai ketiduran ketika anda summit di jalur puncak Mahameru! Kenapa? Karena anda bisa meninggal akibat hipotermia. Banyak pendaki yang terkenal hipo ketika summit, umumnya karena mereka terlalu lama beristirahat bahkan sampai tertidur. Jika anda ketiduran, tubuh tidak bergerak dan panas tubuh akan berkurang. Hal ini diperburuk dengan cuaca gunung yang dingin sehingga tanpa sadar suhu tubuh anda akan menurun drastis. Anda bisa saja meninggal tanpa sadar. Jika kelelahan di jalur summit, istirahatlah sejenak, namun jangan sampai terlalu lama. Jangan sampai tubuh merasa sangat kedinginan. Tetap bergerak ringan dan usahakan mambawa kompor portable untuk menghangatkan badan. Umumnya pendaki yang tertidur di jalur summit akan dibangunkan oleh pendaki lain ketika berpas-pasan. Para pendaki juga biasanya akan saling mengingatkan satu sama lain dengan teriakan “jangan tertidur” atau “jangan ketiduran” ketika sama-sama beristirahat.

  8. Untuk biaya, saya lupa berapa. Soalnya simaksi dan angkutan saya ditanggung Wahyu semua hehe.. Tapi kira-kira biaya yang saya keluarkan sekitar satu juta lebih, itu sudah termasuk tiket pesawat ke Surabaya dan tiker bus ke Malang dan tiket kereta Malang-Jakarta. Kalau untuk ke Semeru sendiri relatif murah jika anda sudah punya transportasi atau tebengan. Biaya sewa perlengkapan naik gunung juga relatif murah di Malang.

  9. Terakhir, jangan tinggalkan apapun kecuali jejak, jangan mengambil apapun kecuali gambar, dan jangan membunuh apapun kecuali waktu. Salam lestari!

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page