Do'a
- Izzan Fathurrahman
- Jun 4, 2020
- 2 min read
Ah, hujan memang terkadang tak tahu diri
Ia hanya datang sesekali, namun kenangan yang dibawa tiap bulirnya, sama seperti rentetan peluru tentara Jerman di tengah cerahnya kota Warsaw
Tetiba playlist di telepon seluler memutar lagu lama, lagu kebangsaan di zaman-zaman tiada beban
Terbayang satu per satu sosok itu, bayang-bayang mereka yang dulu sempat berbagi caci maupun gelak tawa
Bayang-bayang mereka yang mungkin dulu sempat membuat emosi membuncah, hingga ingin ku ludahi wajahnya,
bayang-bayang mereka yang mungkin sampai saat ini tetap setia berbagi tawa di sisi, hingga bayang-bayang dia yang menjadi pemanis di layar datar
Namun yep, kini semua tampak berubah. Kita tidak lagi berada di situasi yang sama.
Begitulah waktu, terkadang ia begitu egois. Sesuatu yang mungkin terasa indah, akan sekejap direnggutnya
Tapi tidak apa, toh roda kehidupan memang tidak pernah berputar ke belakang
Hei, bukankah kalian tergabung di media sosial yang sama?
Coba scroll satu per satu foto profil itu. Pandangilah satu-satu wajahnya
Mereka yang dulu, bahkan mungkin sampai sekarang, tetap ada di sisi kalian
Mereka yang sudah banyak melalui kisah kehidupan bersama kalian. Gelak tawa, sumpah serapah, ejek dan caci maki, yang mungkin berujung lagi pada gelak tawa
Yah, setidaknya empat tahun bukan waktu yang singkat.. Seorang anak manusia sudah bisa berjalan dan berhitung dalam waktu empat tahun
Coba lihatlah, beberapa dari mereka mungkin sudah tampak berbeda?
Kini ada yang sudah berdandan ala artis sinetron, walau dulu mungkin kita tahu wajah berminyaknya bisa jadi sumbangan lebih untuk pedagang gorengan depan FIB
Kini ada yang sudah berdiri di puncak atau awal karirnya, walau kita tahu bagaimana dulu ia mengumpat karena tugas dosen yang tidak tahu diri
Kini ada yang mengenakan setelan jas rapi, walau dulu memakai kemeja saja masih tampak udik
Kini ada yang terlihat semakin berisi, walau dulu lebih mirip TKI kebun karet dibanding mahasiswa
Atau mungkin beberapa ada yang masih tampak biasa saja, tidak berubah dari zaman orkestra Pak Dibyo jilid I, hingga kini siap-siap mengikuti orkestra Pak Dibyo jilid II
Terkadang rasa iri mungkin terbersit kala melihat wajah-wajah itu. Tapi kebanggaan jauh lebih membuncah dibanding rasa iri.
Hei, bagaimanapun juga, bukankah dia adalah kawanku? Dulu kita pernah berada di lubang yang sama. Kita pernah bersama-sama berusaha keluar dari keterkungkungan akan dunia perkuliahan yang membosankan.
Sekarang beberapa di antara kita mungkin sudah memasuki fase kehidupan yang berbeda. Sudah bersiap tidur, menyiapkan sejuta energi untuk menghadapi kerasnya dunia pekerja di pagi hari
Beberapa mungkin bahkan tengah bertarung melawan malam. Menekan satu per satu tombol keyboard, merangkai huruf demi huruf alfabet menjadi satu kesatuan diksi yang bisa dipertaruhkan di depan ruang sidang.
Untuk mereka yang kini sudah melanglang buana ke tempat kehidupan lain, ku ucapkan selamat kawan. Kini sarangmu sudah aman untuk kau tinggalkan..
Untuk mereka yang masih beradu cepat dengan detik dan rentetan angka di kalender, ku selipkan beberapa bait doa kala ayam berkokok esok hari. Semoga nanti kita bisa berpesta bersama di bulan Februari..
Dan teruntuk semua, semoga waktu tidak mencuri kenangan dan persahabatan yang mungkin pernah terbangun. Jangan sampai ia merenggut rekam-rekam nada tawa, tangis, atau umpatan yang pernah dilontarkan lisan.
Karena bagaimana pun, dimana pun kita berada, setidaknya kita masih bernaung di bawah malam yang sama..
Depok, 23 November 2015
00.40 WIB





Comentarios