top of page

Pariwisata: Lahan Kerja Alternatif Bagi Penduduk NTB

  • Writer: Izzan Fathurrahman
    Izzan Fathurrahman
  • Jun 3, 2020
  • 5 min read

Ini adalah tulisan kelima saya di kolom Opini harian Lombok Post. Tulisan ini dimuat hari Jumat, 31 Oktober 2014 lalu. Tulisan ini berusaha menjawab tantangan sedikitnya lahan pekerjaan di sektor formal Provinsi NTB dan lahan pekerjaan alternatif yang bisa dikembangkan berkaitan dengan isu moratorium PNS beberapa waktu lalu.  **

Statistik daerah Provinsi NTB 2014 yang diikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan hasil yang cukup memprihatinkan pada bab ketenagakerjaan. Dari laporan tersebut, tercatat sekitar 68,7 persen penduduk angkatan kerja di NTB tertampung di sektor informal, dimana 45,02 persennya masuk ke dalam sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat NTB masih bertumpu pada pertanian sebagai lahan kerja. Sementara di satu sisi, laporan BPS juga menunjukkan dari 3,52 persen tingkat pengangguran terbuka di NTB,  43,17 persen dan 13,28 persen berasal dari tamatan SLTA dan Perguruan Tinggi (PT). Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya lapangan kerja bagi lulusan SLTA dan PT di NTB masih sangat rendah. Asumsi yang dibangun, lulusan SLTA dan PT ini tentu saja lebih memilih untuk masuk sektor formal dibanding informal. Jika lulusan SLTA atau PT disuruh ke sawah untuk mencangkul, layaknya 45,02 persen masyarakat NTB, tentu sebagian besar dari mereka akan berpikir dua kali. Masalah di satu sisi juga mulai muncul ketika isu moratorium PNS digulirkan. Dengan dalih mereformasi birokrasi dan mengefektifkan kinerja birokrat, Jokowi-JK akan melakukan moratorium PNS. Tidak hanya setahun seperti zaman Presiden SBY, namun lima tahun, yang artinya, sampai dengan Jokowi-JK lengser dari kursi kepemimpinan, tidak akan dilakukan penerimaan CPNS. Hal ini tentu menjadi pertanyaan besar bagi sebagian calon pengangguran yang sedang menempuh semester akhir di bangku kuliah sana, termasuk di NTB. Bagi calon sarjana atau pun yang sudah sarjana namun masih pengangguran, mau kemana mereka mencari pekerjaan nanti? Mengingat PNS merupakan salah satu pekerjaan yang masuk daftar teratas bagi para pencari kerja. Ketika moratorium benar-benar dilakukan, sementara di satu sisi lahan pekerjaan alternatif tidak dikembangkan, angka pengangguran dari lulusan PT yang cukup tinggi bisa saja akan terdongkrak naik. Sebab seperti yang saya katakan sebelumnya, mayoritas dari mereka mungkin akan berpikir dua kali jika disuruh untuk mencangkul di sawah, terjun ke sektor informal, pertanian, yang menjadi pekerjaan mayoritas masyarakat NTB. Menjawab kegundahan tersebut, maka saya pribadi melihat ada satu sektor alternatif yang bisa dijadikan sumber potensi baru ekonomi NTB. Sektor tersebut adalah sektor pariwisata. Menurut data BPS, sektor perdagangan, hotel, dan restauran menempati urutan kedua di bawah sektor pertanian sebagai mata pencaharian penduduk Provinsi NTB, yaitu sebesar 18,86 persen. Sektor jasa menempati urutan ketiga dengan 15,73 persen, dan industri sebesar 8,06 persen. Ketiga sektor tersebut, yaitu perdagangan, hotel, restauran; jasa; industri; merupakan sektor yang bisa didongkrak dengan dikembangkannya sektor pariwisata. Potensi pariwisata Provinsi NTB sendiri sangat berlimpah, dari ujung barat Pulau Lombok sampai dengan ujung timur Pulau Sumbawa. Mulai dari wisata alam seperti pantai, gunung, air terjun, pulau-pulau kecil, sampai dengan wisata kebudayaan. Untuk pantai, sebut saja ada Pantai Senggigi, Pantai Lakey, dan Pantai Kuta yang sudah terkenal di mata wisatawan. Untuk gunung, ada Gunung Rinjani dan Gunung Tambora yang masing-masing berdiri kokoh di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Untuk air terjun, ada Air Terjun Sendang Gile di Pulau Lombok atau air terjun Ai Mata Jitu di Pulau Moyo. Untuk wisata budaya, ada berbagai budaya masyarakat seperti Desa Sade di Lombok Tengah, Istana Dalam Loka di Kabupaten Sumbawa, produk-produk kerajinan budaya seperti kain songket Bima dan gerabah di Lombok, ataupun makanan-makanan khas dari masing-masing daerah di NTB. Itu adalah sedikit dari ratusan potensi pariwisata yang bisa dikembangkan di Provinsi NTB. Dari potensi-potensi tersebut, ada yang sudah dikelola dengan baik, namun tidak sedikit juga yang belum dikelola secara optimal. Sebut saja deretan pantai yang indah dan alami di sepenjang Lombok selatan, pantai-pantai di pesisir Pulau Sumbawa, Pulau Satonda di Kabupaten Dompu, serta Gunung Tambora yang akan diperingati dua ratus tahun letusannya pada tahun 2015 mendatang. Jika dilihat lebih jauh, pariwisata dapat menjadi penyerap tenaga kerja yang efektif, baik sektor formal maupun informal. Dari sektor formal, masuknya modal investor, baik lokal maupun luar negeri, dapat menciptakan lapangan kerja baru seperti di sektor perhotelan. Hal ini bukan tidak mungkin, mengingat tingginya nilai inverstasi di NTB. Pasca program Visit Lombok-Sumbawa 2012 dari Pemprov NTB, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pariwisata pada triwulan I tahun 2012 mencapai Rp 280 miliar dan Penanaman Modal Asing (PMA) senilai 28 juta dollar Amerika. Nilai tersebut, bukan tidak mungkin akan bertambah, apalagi jika pembangunan pariwisata di NTB dapat berkembang pesat dan NTB memiliki pariwisata sebagai ikon daerahnya. Survey dari majalah Venue tahun 2012 menunjukkan bahwa Provinsi NTB berada di urutan kelima nasional sebagai daerah destinasi wisata mancanegara di Indonesia. Data dari BPS tahun 2013 menunjukkan bahawa sekitar 1,36 juta wisatawan berkunjung ke NTB. Jika NTB kelak telah memiliki nama dan terkenal dengan pariwisatanya, bukan tidak mungkin sektor-sektor lain juga bisa terkena imbasnya. Sektor-sektor lain seperti pertanian, kelautan dan jasa bisa jadi akan mulai dilirik oleh para investor. Sektor jasa angkutan misalnya, perusahaan-perusahaan travel, maskapai penerbangan, dan jasa-jasa angkutan lainnya akan masuk di NTB. Hal tersebut, nantinya tentu akan dapat secara efektif menyerap tenaga kerja di sektor formal. Untuk sektor informal, potensi tenaga kerja yang terserap tentu akan dapat lebih banyak lagi. Jika sektor pariwisata telah dikembangkan, maka otomatis industri kecil menengah yang berkaitan dengan wisata dan industri jasa akan terbuka bagi masyarakat. Gunung Tambora misalnya, jika gunung Tambora dapat dikelola secara maksimal, maka daerah sekitar Gunung Tambora akan tumbuh industri-industri kecil seperti industri garmen atau kaos Tambora, cinderamata; sektor jasa seperti porter, ojek, penginapan warga, rumah makan; perdagangan baik dalam skala menengah seperti toko maupun kecil seperti kios dan pedagang asongan. Pemerintah mungkin dapat belajar dari Taman Nasional Gunung Tengger, Bromo, dan Semeru di Jawa Timur, bagaimana Taman Nasional tersebut menyumbangkan pendapatan yang cukup besar bagi daerah dan penduduk lokal. Jika potensi pariwisata di NTB telah dapat dikelola secara maksimal, lapangan kerja di sektor formal maupun informal tentu dengan sendirinya nanti akan terbuka. Hal ini, tidak hanya menjadikan NTB bertumpu pada sektor pertanian dan informal semata. Kelak di masa mendatang, bukan tidak mungkin pariwisata sebagai sektor utama penopang ekonomi masyarakat NTB. Tingginya pengangguran di tingkat lulusan SLTA dan PT akan lebih terserap dengan dibukanya lahan pekerjaan di sektor formal pariwisata NTB. Ini tentu saja tidak akan menimbulkan kekhawatiran apabila sewaktu-waktu isu moratorium digulirkan. Para pencari kerja tidak perlu khawatir sebab mereka sudah memiliki lahan pekerjaan alternatif dan PNS bukan mindset utama di pikiran mereka. Potensi pariwisata dikelola dengan baik, rakyat memiliki lahan pekerjaan alternatif, tentu akan berimbas pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Lebih jauh lagi, IPM Provinsi NTB juga dapat meningkat. IPM Provinsi NTB pada tahun 2013 tercatat hanya sebesar 67,73 persen, peringkat 33 dari 34 provinsi di Indonesia. Jika pemerintah mampu mengoptimalkan pengelolaan pariwisata sebagai salah satu lahan kerja alternatif penduduk NTB, bukan tidak mungkin kita akan melihat IPM NTB bertengger di papan atas nasional dan provinsi tercinta ini mampu bersaing dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Izzan Fathurrahman Warga NTB, Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia


コメント


Post: Blog2_Post
bottom of page