Militer masuk kampus?? Kalem aja dulu..
- Izzan Fathurrahman
- Jun 4, 2020
- 4 min read
Kamis malam, 30 April 2015, mahasiswa FISIP UI cukup dihebohkan dengan santernya kabar bahwa marinir akan menjadi penjaga keamanan di kampus. Kabar ini memang bukan isapan jempol belaka, sebab pada hari Juma’at, 01 Mei 2015, pihak kampus secara resmi menempatkan empat orang anggota marinir sebagai bagian dari anggota satuan pengamanan (SATPAM) kampus, menggantikan satpam-satpam FISIP UI yang lama. Reaksi akan kebijakan ini beragam, dan tentu, penolakan keras juga datang, terutama dari mereka, kelompok yang mungkin sudah merasa alergi terlebih dahulu dengan militer.
Adanya rasa alergi terhadap militer dari beberapa kelompok mahasiswa memang dapat dimaklumi. Sebab jika menelisik sejarah, beberapa kelompok mahasiswa mungkin memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan militer, bahkan mungkin juga sampai saat ini. Saat peristiwa Reformasi 1998 misalnya, sudah bukan rahasia umum lagi bagaimana mahasiswa berhadapan dengan militer. Rekam jejak itu, tentu masih membekas sampai sekarang dan hal tersebut dapat dimaklumi.
Reaksi penolakan keras terhadap militer umumnya diilandaskan pada argumen akan otonomi lembaga akademik dan iklim pendidikan yang demokratis. Militer sebagai aparatus negara yang bersifat represif, dipertanyakan kewenangan dan alasan kehadirannya di sini. Lembaga pendidikan merupakan institusi sipil, bahkan mungkin institusi sipil yang paling merdeka. Bagaimana mungkin militer masuk dan melakukan penjagaan di sini? Kampus bukan barak! Bumbu-bumbu latar belakang sejarah yang kelam akan hubungan mahasiswa dan militer juga turut mempermanis reaksi penolakan yang ada.
Namun jika dilihat secara teoritis, pelibatan militer dalam ranah institusi sipil sebenarnya adalah hal yang wajar. Dalam negara-negara yang militernya profesional, pelibatan militer dalam ranah institusi sipil dianggap sebagai bagian dari misi internal militer. Menurut Michael C. Desch, pelibatan militer dalam ranah institusi sipil merupakan bagian dari misi non-tempur. Misi non-tempur ini berupa misi internal di luar peperangan, seperti pembangunan nasional, keamanan internal, bantuan kemanusiaan, dan melayani kesejahteraan sosial. Hal ini merupakan suatu fenomena yang biasa di negara-negara modern yang militernya profesional dan sudah jarang mengalamai peperangan. Sebagai konsekuensi kurangnya ancaman internasional, militer akan dilibatkan dalam peran internal. Hal ini justru bertujuan untuk mencegah perlawanan yang dilakukan oleh militer itu sendiri. Jika militer dalam jumlah besar ditempatkan terus-menerus di dalam barak dan tidak melakukan apa-apa, justru bisa menjadi ancaman. Militer yang bosan bukan tidak mungkin akan berusaha melakukan pengambilalihan kekuasaan akibat situasi yang sudah berbeda dari ketika masa perang. Hal ini yang dilakukan oleh Amerika Serikat misalnya pada masa pasca perang dingin, dimana tentara-tentara Amerika Serikat yang tidak lagi berperang dilibatkan dalam peran-peran internal dengan orientasi militer profesional guna melindungi keutuhan negara.
Demikian juga dengan Indonesia menurut saya. Militer Indonesia menurut saya sudah bukan lagi seperti militer di zaman Orde Baru yang justru dipolitisasi demi kepentingan rezim. Militer kita sekarang merupakan militer yang sudah jauh lebih profesional dan memiliki orientasi yang berbeda. Saya rasa tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan akan hadirnya militer di kampus selama tupoksi, wewenang, alasan, dan masa tugasnya memang jelas. Jika hanya sebatas bagian dari pengamanan kampus dan tidak mengancam, mengapa kita mesti begitu takut? Toh dari sebelum masuknya militer ini, kampus FISIP UI juga sudah memberlakukan jam malam yang ketat. Apa bedanya satpam dengan militer, selain seragamnya, jika ujung-ujungnya memang bertujuan menjaga keamanan? Kecuali jika anda memang pelaku kriminal.
Tulisan saya ini bukanlah bermaksud membela militer atau kelompok mana pun. Tidak, bukan itu maksud saya. Saya hanya ingin kita coba menyikapi kebijakan ini dengan kepala dingin. Sebagai mahasiswa, kita jangan dibutakan oleh fanatisme sempit dan rasa alergi terhadap sesuatu tanpa alasan yang jelas, termasuk militer. Ayolah, kita tidak lagi hidup di masa lalu, negara kita semakin berkembang, demikian juga militer. Saya rasa militer yang sekarang bukanlah seperti militer yang dulu lagi.
Hadirnya militer dalam satuan pengamanan kampus FISIP UI, sebaiknya tidak disikapi dengan fanatisme akan ketakutan terhadap militer yang berlebihan. Namun coba kita lihat secara jernih mengenai permasalahan ini. Bagaimana pun, empat orang prajurit marinir yang menjadi satpam di kampus FISIP UI, hanyalah serdadu rendahan yang profesional, hanya menjalankan perintah sesuai yang diperintahkan atasan. Mereka bukanlah ancaman menurut saya. Ancaman sebenarnya justru mungkin datang dari penguasa, dalam hal ini, orang yang menugasi mereka. Di sinilah menurut saya peran kita sebagai mahasiswa yang sebenarnya, yaitu mencari tahu latar belakang, tupoksi, dan masa tugas dari empat orang serdadu ini. Jika mereka memang memiliki tupoksi yang jelas, latar belakang penempatan yang masuk akal, serta masa tugas yang jelas dan bersifat transisional, tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Namun jika tenyata keadaannya justru sebaliknya, maka mungkin di sini kawan-kawan bisa mulai menggugat pihak penguasa secara beramai-ramai.
Karena bagaimana pun, walau penempatan militer dalam misi internal adalah suatu hal yang wajar, namun peran mereka haruslah hanya sebatas transisional mission. Louis W. Goodman mengatakan, jika kesejahteraan sosial tergantung pada tugas-tugas khusus yang harus ditangani, di mana tidak ada institusi lain di luar militer yang dapat menanganinya dengan baik, maka pengakuan akan tanggung jawab militer dalam hal tersebut adalah tepat. Namun jika di pihak lain, tugas militer yang khusus tersebut dapat dilaksanakan dengan lebih baik atau lebih ekonomis oleh kelompok lain, maka keterlibatan militer mungkin tidak ada artinya atau bahkan justru melahirkan dampak negatif. Menyikapi hal ini, Goodman mengatakan undang-undang fundamental yang mengatur mengenai penugasan misi internal militer ini harus dibuat. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa angkatan bersenjata tidak akan mengambil misi yang tidak diperlukan. Jadi sudah jelas, yang harus dicermati sebenarnya adalah tupoksi, latar belakang penempatan, dan masa tugas yang jelas dari empat orang serdadu ini, bukan kebencian berlandaskan fanatisme dan rasa alergi yang tidak akal masuk terhadap militer yang justru anda bangun.
Sumber bacaan rujukan:
Michael C. Desch, “Ancaman Lingkungan dan Misi Militer”, dan Louis W. Goodman, “Peran Militer di Masa Lalu dan Sekarang”, dalam Diamond, Larry, dan Marc F. Platter, ed., Hubungan Sipil-Militer dan Konsolidasi Demokrasi, Ed., Trans. Tri Wibowi Budi Santoso, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001, Trans. dari Civil Military Relations and Democracy, 1996

Comments