top of page

107 Tahun Budi Utomo, Kaum Intelektual Bangkit Kembali!

  • Writer: Izzan Fathurrahman
    Izzan Fathurrahman
  • Jun 4, 2020
  • 2 min read

Satu abad lebih momen bersejarah bangsa ini telah berlalu. Kala itu, 20 Mei 1908, sekelompok mahasiswa STOVIA mendirikan satu organisasi kepemudaan yang kelak akan menjadi tonggak pergerakan nasional bangsa ini. Ya, organisasi tersebut adalah Budi Utomo, organisasi pergerakan nasional pertama, yang mencita-citakan kemerdekaan Indonesia. Kini, setelah lebih satu abad, bagaimana cita-cita kemerdekaan yang didambakan sekelompok intelektual tersebut? Apakah kaum intelektual sekarang dapat memiliki peran yang sama seperti yang dilakukan sekelompok mahasiswa STOVIA 107 tahun lalu?


Jika dibandingkan dengan satu abad silam, tentu kondisi sosial, politik, maupun ekonomi Indonesia sudah jauh berubah. Kita telah merdeka dari penjajah dan kini menganut sistem demokrasi, sistem yang dikatakan sebagai sistem yang paling menjamin kemerdekaan setiap insan di dalamnya. Namun apakah memang demikian? Apakah kemerdekaan sejati yang menjadi milik rakyat benar-benar sudah didapatkan?

Jika berkaca pada kondisi politik sekarang, agaknya kata merdeka masih cukup jauh. Mengapa? Walaupun rakyat sudah diberi kebebasan dalam berpolitik dan menentukan suara, namun segelintir kebijakan yang mempengaruhi nasib mereka masih disandera oleh kelompok-kelompok elit dan segelintir oligarki di belakang pemerintahan. Hal ini tentu jauh dari makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Beberapa rakyat miskin di pelosok bahkan masih susah mendapatkan tanah air mereka. Tanah masih ngontrak, air pun harus bayar. Hal ini senada dengan yang dikatakan Bung Karno, bahwa “perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Menyikapi fenomena oligarki dan perjuangan melawan elit bangsa sendiri, maka sudah saatnya kaum intelektual bangkit kembali. Kaum intelektual dapat berbuat lebih seperti yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa STOVIA satu abad silam. Jika mahasiswa STOVIA mengorganisir diri untuk melawan penjajah, maka kaum intelektual sekarang harus mengorganisir diri untuk memperkuat sistem demokrasi yang ada.

Rakyat Indonesia akhir-akhir ini sering terjebak berbagai konflik elit yang memecahbelah masyarakat dengan mengatasnamakan rakyat. Kondisi seperti ini haruslah diubah. Rakyat jangan mau terus-menerus terjebak dalam konflik elit. Dalam sistem demokrasi, rakyat harus tahu, bahwa mereka adalah kekuatan politik yang sebernarnya, bukan para elit.


Guna menyadarkan posisi masyarakat ini, kaum intelektual harus bangkit. Kaum intelektual seperti akademisi, mahasiswa, dan pakar politik, harus turun ke jalan untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Hal ini penting, sebab masyarakat yang melek politik akan memberi tekanan kepada pemerintah dan menjadi kontrol terhadap sistem demokrasi. Ini akan berujung pada penguatan sistem demokrasi itu sendiri, dimana pemerintah akan menjadi pelayan masyarakat dan penyalahgunaan kekuasaan bisa ditekan.


Pendidikan politik saat ini mungkin sudah mulai dilakukan, namun kapasitasnya masih kurang. Pendidikan politik umumnya dilakukan di kota-kota besar dengan akses informasi dan teknologi yang terjangkau. Namun pada masyarakat di pelosok, hal ini masih kurang bahkan cenderung tidak ada. Untuk itulah di sini kaum intelektual dituntut peranan lebihnya. Jadi, memperingati 107 tahun Budi Utomo, mari, kaum intelektual, bangkit kembali!


Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page